13.7.12

KULTUR JARINGAN TUMBUHAN DARI ORGAN DAUN DAN PLUMULE TANAMAN KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)

1.1    Latar Belakang

Bioteknologi di bidang pertanian telah berkembang pesat, salah satu contohnya adalah dengan perbanyakan secara vegetatif. Cara perbanyakan vegetatif umumnya akan menghasilkan tanaman yang lebih cepat tumbuh. Dapat tumbuhnya bagian terkecil dari tumbuhan menjadi individu baru karena tumbuhan memiliki sifat mampu untuk tumbuh menjadi tanaman yang sempurna bila disekitar lingkungan tersebut sesuai. Sifat tumbuhan inilah yang kemudian mencetuskan suatu metode perbanyakan tumbuhan secara vegetatif, yaitu dengan kultur jaringan tumbuhan.
Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan tertua dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk mengecambahkannya dalam media yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek tidak mempunyai cadangan makanan. Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman. Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan, yaitu mampu memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatifr singkat.
Kultur jaringan sering dijadikan salah satu solusi sebagai metode perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai suatu metode penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar. Keberhasilan dari kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan unsur hara. Sehingga, pembuatan larutan stock dan sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan kultur jaringan. Umumnya bagian daun dan plumule tumbuhan yang sering diperbanyak dengan metode ini. Oleh sebab itu, dilakukan kultur jaringan pada bagian daun dan plumule tumbuhan kacang merah (Phaseolus vulgaris L.).

1.2    Tujuan Praktikum

•    Mengetahui bagian tanaman yang dapat ditanam dalam kultur
•    Mengetahui kalus yang tumbuh dalam kultur


2.1    Kultur Jaringan Tumbuhan
2.1.1    Kultur Jaringan Tumbuhan Secara Umum

Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, yang menyatakan bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Supriatun, 2011).

2.1.2    Prinsip Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro.
Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya (Gunawan, 1987).



2.1.3    Landasan Kultur Jaringan Tumbuhan

Landasan kultur jaringan didasarkan atas tiga kemampuan dasar dari tanaman, yaitu:
1.    Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika distimulasi dengar benar dan sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa semua informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel. Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik.
2.    Rediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali menjadi ke kondisi meristematik dan dan berkembang dari satu titik pertumbuhan baru yang diikuti oleh rediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi manjadi organ baru.
3.    Kompetensi menggambarkan potensi endogen dari sel atau jaringan untuk tumbuh dan berkembang dalam satu jalur tertentu. Cantohnya embrioagenikali kompeten cel adalah kemampuan untuk berkembang menjadi embrio funsional penuh. Sebaliknya adalah non-kompeten atau morfogenetikali tidak mempunyai kemampuan.


2.1.4    Manfaat dan Syarat Kultur Jaringan Tumbuhan

Keuntungan kultur jaringan adalah:
1.    Perbanyakan massal
2.    Tidak tergantung musim
3.    Mendapatkan tanaman yang unggul
4.    Mudah ditransportasi
5.    Dapat menyimpan plasma nutfah
6.    Mendapatkan bahan sekunder pada waktu yang relatif cepat

Tumbuhan yang memerlukan kultur jaringan adalah:
1.    Tumbuhan yang perkecambahannya rendah
2.    Tumbuhan hibrida
3.    Tumbuhan tidak berbiji
4.    Tumbuhan yang sulit berbiji

Kegunaan kultur jaringan adalah:
1.    Perbanyakan klon yang mempunyai sifat unggul
2.    Menghemat waktu yang relatif singkat
3.    Perbaikan mutu dengan mengubah sifat genetisnya
4.    Mendapatkan tanaman yang toleran
5.    Mendapatkan tanaman yang bebas virus

2.1.5    Pelaksanaan Kultur Jaringan Tumbuhan


Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri. Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan membutuhkan nutrisi. Nutrisi ini harus tersedia dalam jumlah cukup dan seimbang, antara satu dengan yang lain. Nutrisi diambil tumbuhan dari dalam tanah dan udara. Unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat-zat organic (C, H, O, dan N) dan garam anorganik (Fe2+. Ca2+, dan lain-lain). Tumbuhan memerlukan makronutrien dan mikronutrien dalam tumbuh dan berkembangnya. Makronutrien adalah nutrien berupa nutrisi mineral yang diperlukan tumbuhan dalam konsentrasi yang relatif banyak (sebagai unsur hara utama), yaitu C, H, O, P, K, N, S, Ca, Fe, Mg.
Adapun mikronutrien adalah nutrien berupa nutrisi mineral yang diperlukan tumbuhan dalam konsentrasi yang relatif sedikit (unsur hara pelengkap), yaitu Mn, Mo, Zn, Cu, B, Cl. Makronutrien dan mikronutrien ini merupakan unsur essensial, karena kehadirannya tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya.

2.1.6    Media Kultur Jaringan Tumbuhan

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.

2.1.6.1    Penggolongan Media Kultur Jaringan Tumbuhan

Ada tiga penggolongan media tumbuh, yaitu media padat, media setengah padat, dan media cair.
1.    Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, gelatine, agarosa, dan gelrite. Alasan digunakannya media padat adalah eksplan tidak tahan terhadap air yang berlebih, eksplan kecil, mudah terlihat, dan bila kesplan berupa kalus, tidak mudah pecah. Jumlah padatan yang diperlukan antara 7-11 gr per liter atau konsentrasi antara 0,6-10%. Jenis-jenis pemadat agar adalah agar (bakto agar atau agar bahan kue), gelrite, silika gel,  dan gelatin. Bahan pemadat agar terbuat dari ganggang merah, mengandung polisakarida dan umum digunakan untuk pemadat media, mudah didapat serta murah. Kekurangan dari media padat adalah adanya kemungkinan pemadat mengandung zat penghambat pertumbuhan, nutrisi terpolarisasi di permukaan bawah yang tersentuh media, sehinggga terjadi polarisasi nutrisi, mudah teroksidasi senyawa fenolik dari eksudat sehingga menyebabkaneksplan berwarna coklat (browning).
2.    Media setengah padat atau semi padat dilakukan pada hampir semua kultur dengan menggunakan agar atau gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisikuntuk eksplan dan meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang memiliki keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh (dari ekstrak rumput laut). Gel ini membuat pengamatan kontaminan atau perkembangan akar lebih mudah. Gel in juga memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media.
3.    Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Media ini seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan harus dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada media perlu dilakukan untuk mendapatkam aerasi dan distribusi larutan hara yang merata. Macam-macam cara dalam menggunakan media cair adalah (1) melalui stationer (metode dari Heller), yaitu penyimpanan eksplan pada kertas yang meresap yang dicelupkan pada media cair. Dapat digunakan untukmengkultur jaringan yang tidak banyak menggunakan air, antara lain eksplan apeks atau meristem. (2) melalui cara yang diputar, antara lain rotasi, putaran peridok, dan shacking. Keuntungan memakai media cair adalah dapat memperluas hubungan eksplan dengan media, terhindar dari polaritas nutrisi, meningkatkan respirasi, melarutkan senyawa racun.

2.1.6.2    Komposisi Media Kultur Jaringan Tumbuhan


Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman (Marlina, 2004).
Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Soomro, 2003).
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan (Lyndon, 1990).
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Ma’rufah, 2008). Untuk membuat media dengan jumlah zat seperti yang ditentukan, diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara tepat. Ketidaktepatan ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang dikehendaki. Pada umumnya untuk suatu keperluan, media yang telah dirumuskan dapat diubah atau diperbarui, dengan mengganti zat-zat tertentu, atau menambah zat lain. Untuk melakukan perubahan ini diperlukan acuan yang mantap atau pengalaman (Ma’rufah, 2008).
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS (1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980).  Komponen media kultur yang lengkap sebagai berikut :
•    Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.
•    Hara-hara makro dan mikro.
•    Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.
•    Vitamin, asam amino dan bahan organic lain.
•    Zat pengatur tumbuh.
•    Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.
•    Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.
(Yuniastuti, 2008)


2.1.6.3    Kontaminasi Media Kultur Jaringan Tumbuhan
Problem terbesar yang dihadapi para tissue culturist adalah kontaminasi mikroba pada kultur (baik bakteri maupun jamur). Dua cara dapat dilakukan untuk mengurangi kontaminasi kultur, yaitu:

1.    Metode fisik
         Ditujukan untuk mengatasi kontaminasi mikroba dimaksudkan untuk mengurangi ukuran populasi mikroba. Cara ini meliputi:
mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3 – 4 minggu sebelum mulai kultur jaringan. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi pestisida atau fungisida jika perlu. Kelebihan pengairan mesti dihindari. Tabel berikut memperlihatkan populasi organisme mikro pada bunga tomat yang dipelihara dalam kondisi yang berbeda. Pada saat memulai kultur jaringan, tanaman dicuci bersih, dan bagian yang tidak akan dikulturkan segera dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan yang merata untuk membuang semua partikel tanah dan daun mati. Termasuk juga membuang sebagian besar daun, karena kebanyakan daun tidak digunakan dalam kultur. Bahan tanaman kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 20 menit, sampai beberapa jam, tergantung sumber bahan tanaman. Ini sama artinya dengan membuang jutaan mikroba ke drainase.

2.    Metode Kimia
         Metode ini dapat dilakukan dengan larutan sodium hypochlorite (NaOCl). Kebanyakan lab menggunakan bleach (pemutih) seperti Bayclin, yang mengandung 4% chlorine tersedia. 25 mL Bayclin yang dibuat menjadi 100 mL dengan penambahan air destilata akan memberi konsentrasi 1% chlorine tersedia. Karena kemurniannya, hypochlorite memiliki aktivitas yang kecil pada pH melebihi 8.0 dan akan lebih efektif jika pH diatur menjadi sekitar 6.0 dengan penambahan HCl (Behagel, 1971). Untuk meningkatkan kesuksesan menggunakan chlorine, langkah berikut semestinya diikutsertakan:
         Tambahkan deterjen ke larutan kloringe, misalnya beberapa tetes Tween 20 atau Triton. Berikan sedikit tekanan pada perlakuan chlorine. Ini dapat dilakukan dengan desikator vakum yang disambungkan ke air atau pompa tipe lain. Goyang – goyangkan (agitasi) larutan klorine secara manual atau dengan menggunakan shaker selama periode disinfestasi. Semua teknik tersebut akan meningkatkan kontak tanaman dengan larutan klorine. Lama perlakuan dengan larutan klorin yang diperlukan akan berbeda – beda, tergantung tipe dan sensitivitas bahan tanaman. Setelah eksplan selesai di sterilisasi, eksplan perlu dipotong supaya efektif dalam penanaman dan hasil yang diharapkan. Pemotongan dan penanaman eksplan dilakukan di LAF untuk tetap menjaga kondisi aseptiknya. Laminar air flow cabinet biasanya disteriliasi permukaan dengan 70% alkohol (v/v). Meskipun alcohol asam (70% v/v, pH 2.0) mungkin lebih efektif sebagai desinfektan, jarang digunakan karena memiliki efek korosif pada permukaan logam. Semua alat dibenamkan pada larutan 70 – 80% (v/v) ethanol dan dipanasi dengan lampu spiritus sebelum digunakan. Agar aman, sebaiknya wadah yang mengandung alcohol untuk pemanasan (flaming) diletakkan pada suatu wadah dengan dasar yang berat. Ini mencegah jatuhnya wadah alcohol akibat tersenggol secara tidak sengaja yang dapat menyebabkan kebakaran dalam laminar. Sebagai aturan umum, buanglah alkohol yang tersisa pada beaker glass setelah melalukan pengkulturan (Anonim1, 2009).

2.2    Eksplan Pada Kultur Jaringan Tumbuhan


Eksplan atau bahan tanam adalah bagian kecil jaringan atau organ yang diambil/dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan. Ketepatan dalam menyiapkan eksplan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi eksplan (Muslim,2010).

1) Deskripsi varietas tanaman sumber bahan eksplan. Dalam upaya menghasilkan tanaman induk yang sesuai dengan kriteria diatas dapat dilakukan dengan cara mengkondisikan tanaman induk dalam lingkungan yang lebih terkendali, misalnya dengan cara mencangkok tanaman induk, kemudian ditanam dalam pot dan dipelihara secara optimal di dalam green house/net house.

2) Persyaratan bagian tanaman sebagai bahan eksplan. Bagian tanaman yang dapat dijadikan eksplan adalah ujung akar, pucuk, daun, bunga, buah muda, dan tepung sari. Faktor yang dimiliki eksplan itu sendiri yaitu ukuran, umur fisiologis, sumber genotip dan sterilitas eksplan yang akan menentukan berhasil tidaknya pengkulturan eksplan. Ukuran eksplan yang terlalu kecil mempunyai daya tahan kurang dibandingkan dengan ukuran eksplan yang lebih besar. Ukuran eksplan yang paling baik adalah antara 0,5 sampai 1 cm, tetapi hal ini tidak mutlak pada semua eksplan, tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanaman. Umur fisiologis eksplan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk beregenerasi. Jaringan tanaman yang masih muda yang meristematik (sel-selnya masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua, sehingga bagian tanaman yang meristemik paling banyak berhasil bila dijadikan eksplan. Yang termasuk jaringan meristematik adalah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk axial. Bahan tanam dapat diambil dari tanaman dewasa, yaitu pada bagian pucuk tanaman, daun atau umbi. Untuk eksplan dari daun, digunakan daun yang tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua. Pemotongan eksplan dengan menyertakan ibu tulang daun, karena pada bagian ini lebih cepat tumbuh kalus. Apabila bahan tanam (eksplan) berasal dari umbi, biasanya umbi ditumbuhkan dulu tunasnya. Bagian tunas inilah yang dijadikan sebagai eksplan, contohnya pada tanaman kentang. Biji dapat pula dijadikan sebagai eksplan. Sebaiknya biji dipilih yang bersertifikat atau dipetik langsung dari tanaman induknya yang sudah diketahui keunggulan sifatnya. Bagian-bagian biji seperti embrio atau kotiledon dapat dijadikan sebagai eksplan, misalnya pada tanaman paprika dan jarak. Atau biji dapat langsung ditanam pada media agar contohnya biji anggrek.

3) Karakter bagian tanaman sebagai bahan eksplan. Pemilihan bagian tanaman sebagai bahan eksplan menentukan keberhasilan eksplan untuk dikulturkan. Pada dasarnya setiap bagian tanaman dapat dijadikan sebagai bahan eksplan, tetapi dalam memilih bagian tanaman yang akan dikulturkan harus mempertimbangkan faktor kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya. Bagian tanaman yang banyak mengandung persediaan makanan serta bahan-bahan lain untuk pertumbuhan, seperti umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi dibanding dengan bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian yang berasal dari akar yang tumbuh di dalam tanah, tingkat kontaminannya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah seperti pucuk atau daun (Muthiah,2010).



2.3    Kalus Pada Kultur Jaringan Tumbuhan

Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen (Dodds & Roberts, 1983). Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (George & Sherrington, 1984). Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri Agrobacterium tumefaciens disebut tumor (Luri,2009).

 Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat memperbanyak dirinya (massa selnya) secara terus menerus.
Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkhim cadangan makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet (Luri,2009).
Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-kuningan, putih, hijau, atau kuning kejingga-jingaan. (karena adanya pigmen antosianin ini terdapat pada kalus kortek umbi wortel).
Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Narayanaswany (1977 dalam Dodds & Roberts, 1983). Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus menggunakan eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam pertumbuhan kalus, citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea, buluh tapis, sel gabus, sel sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus. Anyaman kecil dari pembelahan sel-sel membentuk meristemoid atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid (Luri,2009).
Massa kultur yang ditumbuhkan terlalu lama dalam media yang tetap, akan menyebabkan terjadinya kehabisan hara dan air. Kehabisan hara dan air dapat terjadi karena selain terhisap untuk pertumbuhan juga karena media menguapkan air dari masa ke masa. Kalus tersebut kecuali kehabisan unsur hara, kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat pertumbuhan kalus itu sendiri. Untuk menjaga kehidupan dan perbanyakan yang berkesinambungan, kalus yang dihasilkan perlu disubkulturkan (Luri,2009).
Street (1969 dalam Dodds & Robert 1983) menyarankan massa sel yang dipindahkan pada subkultur harus cukup banyak antara 5-10 mm atau seberat 20-100 mg, supaya ada pertumbuhan yang cepat dalam media baru. Subkultur sebaiknya dilakukan 28 hari sekali (4-6 minggu sekali). Namun waktu yang tepat untuk memindahkan kultur, tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus. Massa kalus ada 2 macam yaitu massa yang remah (friable) dan kompak. Bila massa kalus remah maka pemindahan kalus cukup dilakukan dengan menyendok kalus dengan spatula atau skapel langsung disubkultur ke media baru. Namun bila kalus kompak mesti dipindah ke petridish steril untuk dipotong-potong dengan skapel baru disubkultur ke media baru. Kalus yang sudah mengalami nekrosis (pencoklatan) sebaiknya tidak ikut disubkultur karena tidak akan tumbuh dengan baik (Luri,2009).


2.4    Daun Pada Kultur Jaringan Tumbuhan

Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya berwarna hijau (mengandung klorofil) dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi energi kimia (Anonim3, 2011). Daun merupakan modifikasi dari batang, merupakan bagian tubuh tumbuhan yang paling banyak mengandung klorofil sehingga kegiatan fotosintesis paling banyak berlangsung di daun (Anonim4, 2000).
Bentuk daun sangat beragam, namun biasanya berupa helaian, bisa tipis atau tebal. Gambaran dua dimensi daun digunakan sebagai pembeda bagi bentuk-bentuk daun. Bentuk dasar daun membulat, dengan variasi cuping menjari atau menjadi elips dan memanjang. Bentuk ekstremnya bisa meruncing panjang. Daun juga bisa bermodifikasi menjadi duri (misalnya pada kaktus), dan berakibat daun kehilangan fungsinya sebagai organ fotosintetik. Daun tumbuhan sukulen atau xerofit juga dapat mengalami peralihan fungsi menjadi organ penyimpan air. Daun tua telah kehilangan klorofil sebagai bagian dari penuaan. Warna hijau pada daun berasal dari kandungan klorofil pada daun. Klorofil adalah senyawa pigmen yang berperan dalam menyeleksi panjang gelombang cahaya yang energinya diambil dalam fotosintesis. Sebenarnya daun juga memiliki pigmen lain, misalnya karoten (berwarna jingga), xantofil (berwarna kuning), dan antosianin (berwarna merah, biru, atau ungu, tergantung derajat keasaman). Daun tua kehilangan klorofil sehingga warnanya berubah menjadi kuning atau merah (dapat dilihat dengan jelas pada daun yang gugur).
Fungsi daun adalah sebagai berikut:
1.    Tempat terjadinya fotosintesis. Pada tumbuhan dikotil, terjadinya fotosintesis di jaringan parenkim palisade. sedangkan pada tumbuhan monokotil, fotosintesis terjadi pada jaringan spons.
2.    Sebagai organ pernapasan. Di daun terdapat stomata yang befungsi sebagai organ respirasi (lihat keterangan di bawah pada Anatomi Daun).
3.    Tempat terjadinya transpirasi. Tempat terjadinya gutasi.
4.    Alat perkembangbiakkan vegetatif. Misalnya pada tanaman cocor bebek (tunas daun).
(Anonim3, 2011)
Anatomi daun dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar daun, ada epidermis atas dan epidermis bawah, untuk mencegah penguapan yang terlalu besar, lapisan
epidermis dilapisi oleh lapisan kutikula. Pada epidermis terdapat
stoma/mulut daun, stoma berguna untuk tempat berlangsungnya pertukaran gas dari dan ke luar tubuh tumbuhan.

2. Parenkim/Mesofil Daun
Parenkim daun terdiri dari 2 lapisan sel, yakni palisade (jaringan pagar) dan spons (jaringan bunga karang), keduanya mengandung kloroplast. Jaringan pagar sel-selnya rapat sedang jaringan bunga karang sel-selnya agak renggang, sehingga masih terdapat ruang-ruang antar sel. Kegiatan fotosintesis lebih aktif pada jaringan pagar karena kloroplastnya lebih banyak daripada jaringan bunga karang.

3. Jaringan Pembuluh
Jaringan pembuluh daun merupakan lanjutan dari jaringan batang, terdapat di dalam tulang daun dan urat-urat daun.



Namun, secara khusus anatomi daun adalah sebagai berikut :
1.    Epidermis. Jaringan ini terbagi menjadi epidermis atas dan epidermis bawah, berfungsi melindungi jaringan yang terdapat di bawahnya.
2.    Jaringan mesofil. Jaringan Tiang, jaringan ini mengandung banyak kloroplas yang berfungsi dalam proses pembuatan makanan
3.    Jaringan bunga karang. Disebut juga jaringan spons karena lebih berongga bila dibandingkan dengan jaringan palisade, berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan makanan.
4.    Berkas pembuluh angkut. Terdiri dari xilem atau pembuluh kayu dan floem atau pembuluh tapis, pada tumbuhan dikotil keduanya dipisahkan oleh kambium. Pada akar, Xilem berfungsi mengangkut air dan mineral menuju daun. Pada batang, xilem berfungsi sebagai sponsor penegak tumbuhan. Floem berfungsi mentransfor hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan.
5.    Stomata. Stoma (jamak: stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Stoma mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis, mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Stoma ibarat hidung kita dimana stoma mengambil CO2 dari udara dan mengeluarkan O2, sedangkan hidung mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Stoma terletak di epidermis bawah. Selain stoma, tumbuhan tingkat tinggi juga bernafas melalui lentisel yang terletak pada batang.


2.5    Plumula Pada Kultur Jaringan Tumbuhan

Plumula merupakan bakal calon batang yang tumbuh selama masa perkecambahan. Fungsinya adalah sebagai bagian tanaman yang akan mengalami perkembangan ke atas untuk membentuk batang dan daun (Anonim4, 2010). Plumula adalah bakal daun-mangrove yang terletak di bagian paling ujung, pasangan daun teratas. Kalau saja Anda jeli, dalam setiap kali program penanaman mangrove selesai dilakukan, di saat daun-daun bibit mangrove mulai layu dan merontokkan dedaunannya, Plumula inilah yang masih hijau, hidup dan tetap bertahan. Plumula, memang ditakdirkan sebagai pasangan daun terakhir, sekaligus indikator bagi hidupnya bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Plumula adalah juga bakal daun yang bertugas menyelamatkan daya regenerasi mangrove agar keberadaannya terus bisa bertahan dan tetap eksis di muka bumi ini (Anonim6, 2008).

2.3    Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

Kacang merah berasal dari daerah neotropical dengan sedikitnya dua pusat domestikasi: Amerika Tengah (Mexico, Guatemala) untuk yang berbiji kecil dan Amerika Selatan (sebagian besar Negara Peru) untuk yang berbiji besar. Di waktu post-Columbian, kacang merah tersebar di seluruh Amerika. Orang-orang Spanyol membawa benih ke seberang Pasifik menuju Filipina dan dari sana ke Asia, terutama Jawa dan Myanmar, dan ke Mauritius (Nofiani, 2011).
Pembudidayaan tanaman kacang merah di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah. Pada umumnya, kacang merah ditanam pada musim kemarau, karena pada musim penghujan tanaman akan londot. Hal ini di karenakan terlalu banyak air yang diserap. Pada musim kemarau pun penyiraman tanaman juga harus diperhatikan, misalnya penyiraman 2 hari sekali.

2.3.1    Morfologi Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

Kacang merah ada yang berupa tanaman semak yang tegak dan ada yang merambat di para-para. Kacang merah dapat mencapai tinggi sekitar 3,5 - 4,5 meter, tumbuhnya memerlukan penyangga. Pengembangbiakannya dapat dilakukan dengan bijinya dan juga diperlukan tanah yang baik. Kacang merah akan dapat tumbuh baik di daerah basah atau dingin pada ketinggian 1400-2000 meter dari permukaan laut dan dipanen 6 bulan setelah penanaman.
Tanaman kacang merah ini biasanya tumbuh melilit pada batang bambu. Daun majemuk, beranak daun tiga, daun berbentuk jorong. Perbungaan tandan di ketiak dengan panjang hingga 15 cm, dengan banyak buku dan bunga. Sayap bunga berwarna putih kekuningan atau ungu sedangkan lunasnya berwarna putih atau kadang-kadang berwarna lain. Polong lonjong, pipih, berkulit keras bila tua, pada umumnya melengkung kadang-kadang dengan bentuk mengait pada bagian atasnya, berisi 4-5 biji. Bentuk, ukuran dan warna biji beragam, ada yang berbentuk mengginjal, membelah ketupat atau membundar. Warna seragam atau loreng, putih, hijau, kuning, coklat, merah, hitam atau ungu. sering terdapat garis melintang yang keluar dari hilum.
Kacang merah dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu kacang merah yang tumbuhnya kerdil dan kacang merah yang tumbuh memanjang. Warna bijinya merah dan bertotol-totol merah tua. Buahnya berwarna kuning, jika masih muda berwarna hijau dan kadang-kadang berwarna merah. Jika sudah tua berubah menguning, mengering, dan siap panen. Buahnya yang berbentuk polong memanjang, hanya sedikit lebih panjang bila dibandingkan dengan buncis. Dalam satu polong ada 2-3 biji kacang merah. Bentuk kacang merah yang masih utuh sama dengan kacang buncis, baik daun, bunga maupun bentuk polongnya.
Kacang merah akan berbunga pada panjang hari 9-18 jam dan untuk tipe berhari pendek memerlukan panjang hari terendah antara 11-12,3 jam untuk inisiasi bunga. Temperatur optimum antara 16 hingga 27 ° C. Curah hujan normal tahunan adalah 900-1500 mm tetapi dapat toleran dengan sedikitnya 500-600 mm dalam satu musim penanaman. Kacang ini tumbuh di dataran rendah tropis dan area subtropis tetapi dapat tumbuh hingga ketinggian 2000-2500 m. Kacang merah menyukai lahan beraerasi dan berdrainase baik dengan pH 6,0-6,8. Beberapa kultivar tahan terhadap lahan asam dengan pH serendah-rendahnya 4,4.

2.3.2    Klasifikasi Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

Kingdom        Plant
Divisio            Spermatophyta
Sub divisio      Angiospermae
Clas                Dicotyledonae
Sub Clas        Calyciflorae
Ordo              Rosales (Leguminales)
Famili              Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili        Papilionoideae
Genus             Phaseolus
Spesies           Phaseolus vulgaris L.

2.3.3    Kandungan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

Pada umumnya kacang merah sering dikonsumsi oleh masyrakat pedesaan, karena pada musim kemarau para petani lebih memilih menamam kacang merah daripada tanamamn yang lain karena lebih efisien. Selain itu penanamannya juga tidak terlalu sulit. Asal kita sabar dan terampil dalam merawatnya kita akan dapat hasil yang memuaskan. Kacang merah memiliki kandungan gizi yang sangat baik, hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan tubuh manusia apalagi jika diolah secara baik dan benar. Kacang merah kering merupakan sumber protein nabati, karbohidrat kompleks, serat, vitamin B, folasin, tiamin, kalsium, fosfor, dan zat besi. Folasin adalah zat gizi esensial yang mampu mengurangi resiko kerusakan pada pembuluh darah. Kacang merah dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dengan syarat struktur tanahnya gembur. Struktur tanah yang gembur dapat mempermudah akar tanaman menjalar mencari sumber hara yang terkandung dalam tanah. Tanah yang paling sesuai untuk penanaman kacang merah ini yaitu tanah gembur, subur, baik salirannya dan pH 5,5 – 6,8.
Kacang merah tergolong makanan nabati kelompok kacang polong (legume); satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan kacang uci. Ada beberapa jenis kacang merah diantaranya adalah red bean, kacang adzuki (kacang merah kecil), dan kidney bean (kacang merah besar). Kandungan nutrisi kacang merah juga luar biasa kaya. Kacang merah kaya akan asam folat, kalsium, karbohidrat kompleks, serat, dan protein yang tergolong tinggi. Kandungan karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dalam kacang merah membuatnya dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Kadar indeks glikemik kacang merah juga termasuk rendah sehingga menguntungkan penderita diabetes dan menurunkan risiko timbulnya diabetes.Kandungan protein dan profil asam amino dalam 100 gr kacang merah (kidney bean) dari yang terbanyak adalah asam glutamat (1323 mg), asam aspartat (1049 mg), leucine (693 mg), lysine (595 mg), arginine (537 mg), serine (472 mg), phenylalanine (469 mg), valine (454 mg), isoleucine (383 mg), proline (368 mg), threonine (365 mg), alanine (364 mg), glycine (339 mg), dan lain-lain sisanya di bawah 300 mg.



PEMBAHASAN

Praktikum kultur jaringan tumbuhan ini bertujuan untuk mengetahui bagian tanaman yang dapat ditanam dalam kultur dan mengetahui kalus yang tumbuh dalam kultur. Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium dalam keadaan steril untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada bagian tanaman yang akan dikulturkan.
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Supriatun,2011). Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya (Gunawan, 1987).

Tanaman Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) digunakan sebagai objek pada praktikum kultur jaringan tumbuhan ini. Hal ini disebabkan karena kacang merah merupakan tanaman yang mudah didapatkan dan memiliki kemampuan totipotensi yang cukup tinggi karena tanaman ini memiliki karakteristik hidup yang kuat.
Pada umumnya kacang merah sering dikonsumsi oleh masyrakat pedesaan, karena pada musim kemarau para petani lebih memilih menamam kacang merah daripada tanamamn yang lain karena lebih efisien. Selain itu penanamannya juga tidak terlalu sulit.

Kacang merah tergolong makanan nabati kelompok kacang polong (legume); satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, dan kacang uci. Kacang merah akan berbunga pada panjang hari 9-18 jam dan untuk tipe berhari pendek memerlukan panjang hari terendah antara 11-12,3 jam untuk inisiasi bunga. Temperatur optimum antara 16 hingga 27 ° C. Curah hujan normal tahunan adalah 900-1500 mm tetapi dapat toleran dengan sedikitnya 500-600 mm dalam satu musim penanaman. Kacang ini tumbuh di dataran rendah tropis dan area subtropis tetapi dapat tumbuh hingga ketinggian 2000-2500 m. Kacang merah menyukai lahan beraerasi dan berdrainase baik dengan pH 6,0-6,8. Beberapa kultivar tahan terhadap lahan asam dengan pH serendah-rendahnya 4,4.

Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan.

Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah eksplan tanaman kacang merah (Phaseolus vulgaris L.), yaitu bagian dari plumula dan daun yang masih muda yaitu bagian bawah yang merupakan jaringan meristematik atau jaringan yang masih terus aktif membelah. Hal ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan plumula dan bagian bawah dari daun yang masih muda ini bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan deterjen selama 10 menit yang merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama proses penanaman dan pengembangan kultur kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Setelah di rendam selama 10 menit, eksplan diangkat dan dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali. Setelah itu eksplan kembali direndam dalam alkohol 70% selama 3 menit dan kemudian di rendam ke dalam chlorox  (sunclin) selama 3 menit dan dibilas dengan akuades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan chlorox bagian dari eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan chlorox harus dihilangkan karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan chlorox sel-selnya akan mati dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.

Dalam media untuk menumbuhkan eksplan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.) terlebih dahulu ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman. Dalam hal ini IBA  berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan dalam aktivitas kultur jaringan, BAP  berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong pembentukan klorofil pada kalus.

Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri secara terus menerus (Santoso dan Nursandi, 2001).




Pada praktikum terdapat eksplan yang memunculkan kalus, yaitu KPF 1, KPF 2, KPF 4, KPF 5 dan KPF 7. Eksplan yang pertama kali memunculkan kalus, yaitu eksplan KPF 1, KPF 4 dan KPF 7. KPF 1 merupakan eksplan yang berasal dari daun muda kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), sedangkan KPF 4 dan 7 merupakan eksplan yang berasal dari plumula kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.). kalus pada KPF 1,4 dan 7 muncul pada hari ke – 10, dan kalus menjadi semakin lama semakin banyak hingga hari ke – 45. Pada hari ke- 30, eksplan daun kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), yaitu KPF 2 mulai memunculkan kalus dan kalus semakin bertambah hingga hari ke– 45. Namun kalus yang muncul tidak sebanyak seperti eksplan KPF 1, KPF 4 dan KPF 7. Kemudian pada hari ke- 43, eksplan daun kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.) KPF 5 memunculkan kalus dan kalus semakin bertambah hingga hari ke- 45. Namun, kalus yang muncul pada KPF 5 tidak sebanyak pertumbuhan kalus pada KPF 1, KPF 2, KPF 4, dan KPF 7. Perbedaan pertumbuhan kalus ini disebabkam oleh perbedaan keadaan pada masing - masing eksplan. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti tidak meratanya nutrisi yang terdapat pada media masing – masing eksplan dan juga dapat dikarenakan perbedaan kondisi awal dari eksplan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.).

Pada penanaman eksplan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), 2 eksplan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.), yaitu KPF 3 dan KPF 6 tidak mengalami pertumbuhan kalus. Hal ini dikarenakan eksplan dan media tersebut terkontaminasi oleh jamur. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai hifa berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi sebagian botol kultur. Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media mengandung gula, vitamin, dan mineral. Pada media ditumbuhi jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.)  diperoleh bahwa semua eksplan belum mampu membentuk akar, dan tunas, namun beberapa eksplan ada yang mampu membentuk kalus. Kalus adalah sekumpulan sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Tidak mampunya eksplan membentuk akar dan tunas disebabkan karena terjadinya kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.

Pada penanaman eksplan kacang tanah (Phaseolus vulgaris L.) tidak ada yang membentuk akar, tunas, dan daun. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi pada eksplan dan media yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunakan alkohol. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.

Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya dan kelembabannya.

Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil. Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah, dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pembungaan tidak terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungaan. Sedangakan pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.

Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel lain yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan dapat mengakibatkan kontaminasi.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2009. Laporan Praktikum: Pelaksanaan Kultur Jaringan Tanaman. http://mediakulturjaringan.blogspot.com/2010/10/laporan-praktikum-pelaksanaan-kultur.html. Diakses 21 Mei 2011.
Anonim2. 2011. Kacang Merah/Phaseolus vulgaris. http://sayursayurku.word press.com/2011/02/20/kacang-merahphaseolus-vulgaris/. Diakses 22 Mei 2011.
Anonim3. 2011. Daun. http://id.wikipedia.org/wiki/Daun. Diakses 28 Mei 2011.
Anonim4. 2000. Daun. http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/ Praweda/Biologi/0053%20Bio%202-2e.htm. Diakses 28 Mei 2011.
Anonim5. 2000. Petumbuhan Pada Tumbuhan. http://bebas.ui.ac.id/v12/ sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0054%20Bio%202-3a.htm. Diakses 28 Mei 2011.
Anonim6. 2010. Fungsi Plumula dan Fungsi Radikula pada Kacang Hijau. http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100728062123AACD70M . Diakses 28 Mei 2011.
Gunawan, LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Hal. 252. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Luri, Sepdian. 2009. Kultur kalus.
http://kultur-jaringan.blogspot.com/2009/08/kultur-kalus_15.html. Diakses pada 28 Mei 2011.
Lyndon RF. 1990. Plant Development; The Cellular Basis. London. Unwin Hyman Ltd. Hal. 37-41.
Marlina, N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in vitro. Buletin Teknik Pertanian 9(1):4-6.
Ma’rufah, Dewi. 2008. Laporan Praktikum Kultur Jaringan. http://marufah. blog.uns.ac.id/files/2010/05/laporan-praktikum-kultur-jaringan-dewi.pdf. Diakses 21 Mei 2011
Muslim, Ahmadi. 2010. Kultur Jaringan Tumbuhan. http://mediakultur jaringan.blogspot.com/2010/12/kultur-jaringan-tumbuhan.html. Diakses 21 Mei 2011
Nofiani, Nurul S. 2011. Pengaruh Jenis Media Air Perendaman dan Intensitas Cahaya Terhadap Laju Pertumbuhan Tanaman Kacang Merah. http:// nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/laporan-penelitian-biologi.html. . Diakses 22 Mei 2011.
Santoso, Untung dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Unibraw Press. Malang.
Soomro, R, Yasmin S, Aleem R. 2003. In vitro propagation of Rosa indica. Pakistan Journal of Biological Sciences 6(9):826-830.
Yuniastuti, Endang. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan . UNS Press. Surakarta.