13.11.12

MIKROORGANISME PENDEGRADASI PESTISIDA

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengontrol, menolak atau membunuh pes (contohnya serangga, tikus, rumput liar, burung, Mammalia, ikan, atau mikroba) yang dianggap mengganggu. Pestisida berasal dari bahasa Inggris; pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh.

Jenis-jenis pestisida:
1.    Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran

  • Insektisida, racun serangga (insekta)
  • Fungisida, racun cendawan / jamur
  • Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu
  • Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)
  • Rodentisida, racun binatang pengerat
  • Nematisida, racun nematoda
  • Algasida berfungsi untuk membunuh alga.
  • Avisida berfungsi untuk membunuh burung serta pengontrol populasi burung.
  • Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri.
  • Larvasida berfungsi untuk membunuh larva.
  • Molusksisida berfungsi untuk membunuh siput.
  • Nematisida berfungsi untuk membunuh cacing.
  • Ovisida berfungsi untuk membunuh telur.
  • Pedukulisida berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
  • Piscisida berfungsi untuk membunuh ikan.
  • Presida berfungsi untuk membunuh pemangsa atau predator.
  • Termisida berfungsi untuk membunuh rayap.
2.    Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, pestisida dapat dikelompokkan atas dua golongan:
  • Resisten, dimana meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan.Pestisida yang termasuk organochlorines termasuk pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin
  • Kurang resisten. Pestisida kelompok organofosfa adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain.
3.    Penggolongan menurut asal dan sifat kimia
 a) Sintetik
  • Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri.
  • Organik : 
    • Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
    • Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
    • Organofosfat : malathion, biothion dll.
    • Karbamat : Furadan, Sevin dll.
    • Dinitrofenol : Dinex dll.
    • Thiosianat : lethane dll.
    •  Sulfonat, sulfida, sulfon.
    • Lain-lain : methylbromida dll.
b) Hasil alam
Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman, misalnya: Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dan lain-lain. Pestisida nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1.    Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat
2.    Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot.
3.    Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
4.    Menghambat reproduksi serangga betina
5.    Racun syaraf
6.    Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
7.    Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
8.    Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri

Namun, terdapat kekurangan dan kelebihannya, yaitu: 
a) Kelebihan
  • Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari
  • Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian
  • Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan lingkungan
  • Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif
  • Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia
  • Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman
  • Murah dan mudah dibuat oleh petani 
b) Kelemahan
  • Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering
  • Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)
  • Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku
  • Kurang praktis
  • Tidak tahan disimpan 
Pestisida dan Lingkungan
Pestisida memang bersifat membasmi tetapi tidak semua beracun. Pestisida dapat menghancurkan ekosistem yang berada di area pertanian yang mengonsumsi pestisida, yang justru sangat membantu dalam proses penyuburan tanah, serta berperan penting dalam pendistrubusian buah-buahan agar tahan lama (tidak rusak dijalan).

Berbagai macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudah mengakibatkan banyak pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC, dan lain-lain. Walaupun sekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai (biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat rekalsitran.

Penggunaan pupuk dan pestisida pada awalnya mungkin belum memberikan efek yang berarti, namun dalam tempo yang panjang terlebih lagi disertai dengan penggunaan yang tidak hati-hati dan dosis yang tidak tepat, maka akan terjadi akumulasi di tanah. Keadaan tanah yang jenuh oleh bahan-bahan sintetik tersebut menyebabkan rantai makanan menjadi lambat dan bahkan berhenti, karena ketidakmampuan bakteri untuk menguraikan bahan-bahan sintetis itu. Tanah cenderung asam dan terjadi pengerasan yang disebabkan oleh pupuk sintetik. Dalam kondisi yang demikian, maka sangat diperlukan peranan dari mikroorganisme yang mampu mendegradasi senyawa C2H7NO2 seperti Trichoderma viride. Dengan peranan mikroorganisme tersebut maka akumulasi senyawa C2H7NO2 dapat diminimalisasi dan kesuburan tanah akan terjaga.

Langkah lain untuk mengurangi pencemaran yaitu dengan pemberian pestisida seefektif mungkin. Namun, pestisida dalam dosis rendah dapat menyebabkan terjadinya biomagnifikasi sehingga kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia. Untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida atau herbisida.


Bioremediasi
Kapasitas mikroorganisme untuk mendegradasi secara alami bahan organik yang telah dilakukan jutaan tahun, sekarang ditantang dengan bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja dimasukkan ke dalam lingkungan. Bioremediasi merupakan teknik yang potensial untuk membersihkan daerah terkontaminasi bahan pencemar. Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi atau mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan meminimumkan tekanan abiotik. Teknologi ini sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan.

Bioremediasi adalah proses pembersihan perusakan atau pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air). Keberhasilan proses bioremediasi harus didukung oleh disiplin ilmu lain, seperti fisiologi mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia, genetika molekuler, kimia air, kimia tanah dan juga teknik. Mikroba yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri, jamur, yeast, dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.

Empat teknik dasar yang biasanya digunakan dalam bioremediasi, yaitu :
  • Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (indigenous) pada lokasi tersemar dengan penambahan nutrient, pengaturan kondisi redoks, optimasi PH, dan sebagainya.
  • Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
  • Penerapan immobilized enzymes.
  • Penggunaan tanaman (phytoremediation).

Kecepatan degradasi pestisida dipengaruhi terutama oleh :
1. Struktur kimia suatu senyawa toksikan faktor utama yang menentukan kecepatan degradasi. Proses
    biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida yaitu :
  • Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi.
  • Ketidakjenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi.
  • Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincinan aromatik sangat memengaruhi degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5-triklorofenoksi asam asetat).
  • Posisi terikatnya rantai samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida

2.    Kondisi lingkungan juga meliputi
  • tipe tanah
  • jumlah bahan organik tanah,
  • suhu
  • lamanya tanah tersebut ditanami
  • Curah Hujan
  • pH 
Mikroorganisme Pendegradasi Pestisida
Beberapa kelompok mikroorganisme yang pentig dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar, terutama organik antara lain:

a.    Jamur
Jamur penting dalam mendegradasi zat organik sisa tanaman, karena beberapa diantaranya seperti white rot fungi mempunyai kemampuan untuk merombak zat lignin, yang merupakan suatu polimer yang terdapat di dalam bahan tanaman (misalnya kayu) yang sangat sulit dirombak oleh enzim bakteri, karena memiliki ikatan ß-glycosidic. Jamur mampu mengeluarkan suatu enzim peroxidase, yaitu suatu enzim yang dapat menhasilkan radikal hidroksil yang mampu merombak lignin menjadi zat yang dapat didegradasi oleh bakteri. Selain lignin radikal hidroksil dapat mendegradasi chlorinated pestisida seperti DDT, Eldrien dan PCB.

Beberapa jamur mikoriza seperti Rhizopogon vinicolor, Rhizopogon vulgaris, Hymenoscyphus ericae, Oidiodendron griseum, dan Gautieria crispa memiliki kemampuan remediasi senyawa-senyawa toksik di tanah, seperti dalam metabolisme berbagai senyawa aromatik: 2,4-D, atrazin, dan PCBs. Selanjutnya dinyatakan bahwa Radiigera atrogleba dan Hysterangium gardneri mampu mendegradasi 2,2-diklorofenol sebesar 80%.

b.    Bakteri
Bakteri dan jamur merupakan kelompok yang memiliki peran yang terpenting dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar.
  1. Arthrobacter sp., Pseudomonas sp., dan Azotobacter sp. merupakan mikroorganisme aerobik atau fakultatif pada kondisi anaerob dapat mendegradasi klorobenzena:. Prosesnya konversi menjadi klorokatekol melalui reaksi dioksigenase dan dehidrogenase. Klorokatekol mengalami degradasi bertahap menjadi asam organik rantai lurus melalui pemutusan cincin benzena pada posisi orto. Deklorinasi reduktif dalam kondisi anaerob. Pseudomonas fluorescens tidak dapat mendegradasi DDT pada kondisi aerobic.
  2. Delsufurbio sp., merupakan bakteri yang dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide.
  3. Geotrichum sp. merupakan spesies bakteri aerob yang dapat mendegradasi DDT
  4. Bacillus cereus, Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan  Enterobacter aerogenes dalam medium ekstrak kedelai trypticase dapat mendegradasi DDT menjadi dua sampai delapan metabolit. Tujuh metabolit bersal dari bakteri aerob yaitu Bacillus. Metabolit yang hampir sama berasal dari  reaksi anaerob E. coli dan E. aerogenes namun kurang dari empat metabolit berasal dari reaksi aerob dari organisme lain.
  5. Secara umum jalur metabolis pendegradasian DDT (1,1,1-triehloro-2,2-bis (p-chlorophenyl)ethane) adalah
  6. DDT  > DDD > DDMU > DDMS > DDNU > (DDOH) > DDA > DBP or DDT > DDE.
  7. Staphylococcus aureus tidak dapat mendegradasi DDT pada kondisi aerobik.
Contoh Proses Degradasi Pestisida
Proses degradasi limbah pestisida dengan memanfaatkan enzim tidak mudah, dalam penanganan limbah pestisida secara enzimatis, sistem yang dikembangkan harus melalui tahap pengajian yang teliti sehingga tidak diperoleh hasil yang tidak diharapkan. Tidak semua jenis pestisida dapat dihidrolisis dengan menggunakan satu jenis biokatalis enzim. Namun, proses ini bergantung jenis pestisida, jenis mikroba, dan media pembiakan tempat berkembangnya bakteri tersebut sebelum dapat digunakan. Harus ditentukan dulu jenis pestisidanya, jenis mikroba yang tumbuh pada lahan pertanian yang akan didegradasi dengan enzim.

Untuk menentukan enzim penghidrolisis pestisida pada lahan pertanian, yang perlu dilakukan adalah dengan menentukan jenis mikroba. Untuk itu yang perlu dicari terlebih dahulu mikroba yang hidup pada lahan pertanian tersebut. Bakteri yang didapat, kemudian dibiakkan dalam media yang mengadung pestisida tertentu. Tujuannya supaya bakteri ini bisa tahan terhadap zat beracun ini. Dalam media ini mikroba kemudian menghasilkan enzim kasar yang akan dimurnikan dan selanjutnya diamobilisasi.

Untuk menghidrolisi jenis pestisida herbisida fenilkarbamat, misalnya, maka jenis yang digunakan adalah jenis enzim yang dihasilkan oleh mikroba dari genus Arthrobacter (Arthrobacter sp). Caranya dengan membiakkan mikroba ini dalam medium diklorofenosiastet terlebih dahulu. Setelah proses ini, enzim baru bisa dipakai untuk menghidrolisi herbisida jenis fenol terklorinasi. Demikian juga untuk jenis pestisida fenil karbamat digunakan jenis mikroba dari jenis genus Pseudomonas. Mikroba ini dibiakkan dalam dalam herbisida fenilkarbamat dan akhirnya dapat digunakan untuk menghidrolisis beberapa pestisida golongan fenil seperti karbamat dan asilanilida.

Setelah enzim ini jadi maka bisa digunakan dalam lahan pertanian. Bila berbentuk pelet enzim bisa ditaburkan di atas lahan pertanian. Tapi bila berbentuk cair maka enzim dapat dicampurkan di dalam larutan penyaring, untuk menghidrolisis air yang mengandung pestisida pada lahan pertanian yang bersama dengan proses penyaringan air.

Enzim mempunyai keunggulan dalam mendegradasi pestisida, karena biokatalis ini bisa digunakan dalam suhu ruang dan pH netral. Reaksi enzimatis tidak memerlukan bahan kimia konvensional sehingga ramah lingkungan. Bahan kimia biasa untuk mendegradasi kadang berbahaya karena menghasilkan efek samping.

Keuntungan lain reaksi enzimatis, pada saat degradasi tidak terpengaruh oleh toksisitas limbah yang ada dibanding dengan cara biologis menggunakan tanaman air. Enzim juga mampu menghasilkan reaksi yang bersih yang tidak berefek samping lantaran memunyai kekhususan pada struktur molekul pembentuknya.

Daftar Pustaka
  1. Anonim. 2003. Pestisida. http://tumoutou.net/TOX/PESTISIDA.htm. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  2. Anonim. 2008.  Degradasi Lahan. http://lasonearth.wordpress.com/makalah/degradasi-lahan/. Diakses   tanggal 14 Desember 2008.
  3. Anonim 2008. Intrinsic Bioremediation of Trichloroethylene and Chlorobenzene: Field and Laboratory Studies. http://www3.interscience.wiley.com/journal/119706247 /abstract?CRETRY=1&SRETRY=0. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  4. Anonim. 2008. Keunggulan dan Kekurangan Pestisida Nabati. http://www.panap.net /uploads/media/Health_module_BIndonesia.pdf. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  5. Anonim. 2008. Mereduksi Toksin dan Protein. web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.php? view=warta/isinews&id=1020 - 29k -
  6. Anonim. 2008. Mikroba dan Lingkungan. http://sumarsih07.files.wordpress.com /2008/11/vii-mikroba-dan-lingkungan.pdf.
  7. Anonim. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Pestisida Nabati. http://isroi.wordpress.com/2008/06/02/pengendalian-hama-dan-penyakit-dengan-pestisida-nabati/. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  8. Anonim. 2008. Pestisida. http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  9. Fardiaz, S.1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
  10. Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi : Suatu Teknologi Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato /ppgb/2006/ppgb_2006_erman_munir.pdfmages.soemarno.multiply.com/attachment/0/.../kentang%20%20residu%20fungisida%20dan%20jamur%20tanah.doc?n... . Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  11. Respati, B. 2008 .Rangkuman Proses Biologis dalam Tanah dan Air Tanah. http://bambangrespati.wordpress.com/2008/12/04/rangkuman-proses-biologis-dalam-tanah-dan-air-tanah/. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  12. Sudarmo, S., 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
  13. Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. library.usu.ac.id/download/fp/fp-diana.pdf.
  14. LANGLOIS, B. E. J. A., COLLINS, 2 and K. G. SIDES. Some Factors Affecting Degradation of Organochlorine. jds.fass.org/cgi/reprint/53/12/1671.pdf

ISOLASI DAN KULTIVASI SERTA IDENTIFIKASI BAKTERI

Jumlah dan populasi bakteri di alam sekitar kita sangat banyak. Beratus-ratus atau mungkin ribuan species berbagai bakteri terdapat dimana-mana sehingga dia disebut bersifat cosmopolitan. Untuk dapat mengetahui dan mengidentifikasi bakteri perlu dibuat biakan murni bakteri yang kita identifikasi. Untuk itu perlu diambil bahan pemeriksaan, lalu bahan itu ditanam dengan maksud memperbanyak pertumbuhan bakteri yang dicari yang dinamakan pembiakan murni. Bakteri dibiakkan di laboratorium pada bahan nutrient yang disebut medium.

Mikroorganisme seperti bakteri sulit untuk dipelajari dalam ilmu taksonomi karena tidak mempunyai varietas dari ciri-ciri anatomi seperti halnya tumbuhan atau hewan.  Identifikasi bakteri didasarkan pada varietas dari karakteristik yang dimiliki oleh bakteri tersebut, tidak hanya dari morfologi tetapi juga karakteristik kultur mikroorganisme, fisiologi, dan patogenitas. Bakteri dapat diidentifikasi dengan mengetahui reaksi biokimia dari bakteri tersebut. Dengan menanamkan bakteri pada medium, maka akan diketahui sifat-sifat suatu koloni bakteri. Sifat-sifat suatu koloni tersebut ialah sifat-sifat yang ada sangkut pautnya dengan bentuk, susunan, permukaan, pengkilatan, dan sebagainya.

Bakteri, sebagai kelompok, hidup dan tumbuh di bawah kisaran keadaan yang luas. Beberapa species hidup pada deposit-deposit di parit-parit terdalam di samudera, yang lain hidup di tanah arktik, yang lain lagi di sumber air panas. Untuk menelaah bakteri di laboratorium kita harus dapat menumbuhkan mereka dalam biakan murni. Untuk melakukan hal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrient yang disyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya. Tidak ada satupun perangkat kondisi yang memuaskan bagi kultivasi semua bakteri di laboratorium. Bakteri amat beragam baik dalam persyaratan nutrisi maupun fisiknya. Beberapa bakteri mempunyai persyaratan nutrient yang sederhana sedangkan yang lain mempunnyai persyratan yang rumit. Beberapa species tumbuh pada suhu terendah 0 derajat celcius, sedangkan yang lain tumbuh pada suhu sampai 75 derajat celcius. Beberapa membutuhkan oksigen bebas, sedangkan yang lain dihambat oleh oksigen. Karena alasan ini maka kondisi harus disesuaikan sedemikian sehingga menguntungkan bakteri tertentu yang sedang ditelaah. Begitu tersedia kondisi yang baik untuk kultivasi, maka reproduksi dan pertumbuhan bakteri dapat diamati dan diukur, utnuk menentukan pengaruh berbagai kondisi baik terhadap reproduksi maupun pertumbuhan bakteri tersebut dan untuk menentukan perubahan-perubahan apa saja yang dihasilkan oleh bakteri di dalam lingkungan tumbuhnya.

Persyaratan Nutrisi
Semua bentuk kehidupan, dari mikroorganisme sampai kepada manusia, mempunyai persamaan dalam hal persyaratan nutrisi tertentu dalam bentuk zat-zat kimiawi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsinya yang normal. Pengamatan-pengamatan baerikut ini melukiskan hal tersebut dan juga menampakkan keragaman yang amat besar dalam hal tipe nutrisi yang dijumpai di antara bakteri:
  • Semua organisme hidup membutuhkan sumber energi. Organisme hidup terbagi menjadi fototrof atau kemotrof dan kedua tipe nutrisi ini dijumpai di antara bakteri.
  • Semua organisme hidup membutuhkan karbon; semua membutuhkan sedikitnya sejumlah kecil karbondioksida, tetapi kebanyakan di antaranya juga membutuhkan beberapa senyawa karbon organik, seperti gula-gulaan dan karbohidrat lain.
  • Semua organisme hidup membutuhkan nitrogen. Bakteri sangat beragam dalam hal ini; beberapa tipe menggunakan nitrogen atmosferik, beberapa tumbuh pada senyawa nitrogen anorganik, dan yang lain membutuhkan nitrogen dalam bentuk senyawa nitrogen organic.
  • Semua organisme hidup membutuhkan belerang (sulfur) dan fosfor.
  • Semua organisme hidup membutuhkan beberapa unsur logam, natrium, kalium, kalsium, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga dan kobalt untuk pertumbuhnannya yang normal. Walaupun dalam jumlah yang sedikit.
  • Semua organisme hidup membutuhkan vitamin (senyawa organic khusus yang penting untuk pertumbuhan) dan senyawa seperti vitamin yang berfungsi membentuk substansi yang mengaktivasi enzim – substansi yang menyebabkan perubahan kimiawi.
  • Semua organisme hidup membutuhkan air untuk fungsi-fungsi metabolic dan pertumbuhannya. Untuk bakteri, semua nutrient harus ada dalam bentuk larutan sebelum dapat memasuki bakteri tersebut.
                                (Pelczar dan Chan,1986)

Kondisi Fisik yang Dibutuhkan untuk Pertumbuhan
Bakteri tidak hanya amat bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukan respons yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di alam lingkungannya. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi nutrient serta lingkungan fisik yang sesuai.
  1. Suhu
  2. Atmosfer gas
  3. pH
Mikroorganisme tidak mempunyai varietas dan ciri-ciri anatomi, tidak seperti halnya pada tumbuhan atau hewan yang mudah dipelajari dalam taksonomi. Masalah yang paling mendasar di dalam bakteriologi adalah penyembuhan, pembersihan, dan identifikasi dari kultur bakteri. Identifikasi bakteri didasarkan pada varietas dari karakteristik yang dimiliki oleh bakteri tersebut, tidak hanya dari morfologi tetapi juga karakteristik kultur mikroorganisme, fisiologi, dan patogenitas (Seeley & VanDemark, 1971).

Bakteri dapat diidentifikasi dengan mengetahui reaksi biokimia dari bakteri tersebut. Dengan menanamkan bakteri pada medium, maka akan diketahui sifat-sifat suatu koloni bakteri. Sifat-sifat suatu koloni tersebut ialah sifat-sifat yang ada sangkut pautnya dengan bentuk, susunan, permukaan, pengkilatan, dan sebagainya (Dwidjoseputro, D. 1981.) Identifikasi bakteri dapat diketahui dengan menanamkan sampel bakteri dalam media seperti media gula-gula dan penanaman dalam IMViC. Uji IMViC ini merupakan singkatan dari uji Indol, Metil Red, Voges Proskauer, dan Citrate.

Media Gula-Gula
Media gula-gula ini merupakan media yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi bakteri. Indikator yang digunakan adalah merah fenol, untuk mengetahui terjadinya pembentukan asam atau tidak sebagai hasil penguraian gula pada medium. Di dalam media gula-gula ini digunakan tabung Durham untuk mengetahui ada tidaknya pembentukan gas sebagai hasil penguraian gula dalam medium. Media gula-gula ini terdiri dari glukosa, laktosa, manosa, maltosa, dan sakarosa.

1.    Uji Indol
Bakteri yang tergolong dalam grup fekal dapat memecah asam amino triptofan dan menghasilkan suatu senyawa berbau busuk yang disebut indol. Bakteri yang telah ditumbuhkan dalam medium yang mengandung triptofan, kemudian diberi 3-5 tetes pereaksi Kovacs yang mengandung amil alkohol atau diberi kristal asam oksalat. Adanya indol akan menyebabkan amil alkohol berubah warnanya menjadi merah tua atau warna kristal asam oksalat menjadi merah muda. Uji yang menggunakan penunjuk amil alkohol disebut metode Kovacs, sedangkan yang menggunakan penunjuk asam oksalat disebut metode Gnezda.

2.    Uji Metil Red
Test ini adalah untuk mengetahui adanya pembentukan asam dengan pH di bawah 4. Metil Red adalah suatu indicator yang akan menunjukan warna merah bila pH ada di bawah 4. Hasil test positif ditandai dengan terbentuknya warna merah, sedangkan warna kuning menunjukan hasil negative. Pada uji ini sebelumnya ditambahkan reagen MR (0,4% dalam alcohol 96%) kedalamnya untuk dapat mengetahui reaksi warna.

3.    Uji Voges Proskauer  
Pada reaksi ini akan diselidiki apakah bakteri yang akan diuji dapat membentuk Acethyl Methyl Carbinol atau tidak. Untuk melihat hasil positif maka ke dalam medium yang telah ditanami ditambahkan KOH kemudian dipanaskan sebentar. Dalam hal ini akan terbentuk diacethil. Diacetyl ini dengan sisa-sisa guanidine akan membentuk warna merah kecoklatan yang berupa cincin dipermukaan tabung sebagai VP (+), bila tidak terjadi apa-apa ditulis VP (-).

4.    Uji Sitrat
Dengan manggunakan medium citrate menurut Simmon, merupakan medium padat yang terdiri dari mono ammonium fosfat, Na citrate, NaCl, air , agar-agar, dan indicator Bromtymol blue. Pada uji ini medium yang tadinya berwarna hijau kebiruan, bila bereaksi positif maka akan berubah menjadi berwarna biru terang. Bila rekasi negative, maka akan tetap berwarna hijau kebiruaan.

Selain dari reaksi biokimia, bakteri juga dapat diidentifikasi dengan mengamati pergerakannya atau motilitasnya. Motilitas bakteri ini dibagi dalam empat kelompok yaitu, aerob (organisme yang membutuhkan oksigen), anaerob (tumbuh tanpa oksigen molekular), anaerob fakultatif (tumbuh pada keadaan aerob dan anaerob), dan mikroaerofil tumbuh terbaik bila ada sedikit oksigen atmosfer). Motilitas bakteri ini dapat diamati dengan menumbuhkan bakteri pada semi solid agar (Pelczar dan Chan, 1986). 

DAFTAR PUSTAKA
Buchana, R.E.,dan N.E Gibbons (eds): Bergey’sManual of Detertminative  Bacteriology,8th. Wilias &  
      Wilkins: Baltimore
Dwidjoseputro, D. 1981. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.
Pelczar, M. J., dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penterjemah
     Ratna Siri Hadioetomo., et al. Universitas Indonesia: Jakarta.
Seeley, H. W., dan P. J. VanDemark. 1971. Microbes in Action A Laboratory
     Manual Of Microbiology. W. H. Freeman and Company: San Fransisco