Jenis-jenis pestisida:
1. Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran
- Insektisida, racun serangga (insekta)
- Fungisida, racun cendawan / jamur
- Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu
- Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)
- Rodentisida, racun binatang pengerat
- Nematisida, racun nematoda
- Algasida berfungsi untuk membunuh alga.
- Avisida berfungsi untuk membunuh burung serta pengontrol populasi burung.
- Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri.
- Larvasida berfungsi untuk membunuh larva.
- Molusksisida berfungsi untuk membunuh siput.
- Nematisida berfungsi untuk membunuh cacing.
- Ovisida berfungsi untuk membunuh telur.
- Pedukulisida berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
- Piscisida berfungsi untuk membunuh ikan.
- Presida berfungsi untuk membunuh pemangsa atau predator.
- Termisida berfungsi untuk membunuh rayap.
- Resisten, dimana meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan.Pestisida yang termasuk organochlorines termasuk pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin
- Kurang resisten. Pestisida kelompok organofosfa adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain.
a) Sintetik
- Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri.
- Organik :
- Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
- Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
- Organofosfat : malathion, biothion dll.
- Karbamat : Furadan, Sevin dll.
- Dinitrofenol : Dinex dll.
- Thiosianat : lethane dll.
- Sulfonat, sulfida, sulfon.
- Lain-lain : methylbromida dll.
Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman, misalnya: Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dan lain-lain. Pestisida nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1. Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat
2. Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot.
3. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
4. Menghambat reproduksi serangga betina
5. Racun syaraf
6. Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
7. Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
8. Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri
Namun, terdapat kekurangan dan kelebihannya, yaitu:
a) Kelebihan
- Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari
- Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian
- Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan lingkungan
- Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif
- Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia
- Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman
- Murah dan mudah dibuat oleh petani
- Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering
- Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)
- Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku
- Kurang praktis
- Tidak tahan disimpan
Pestisida memang bersifat membasmi tetapi tidak semua beracun. Pestisida dapat menghancurkan ekosistem yang berada di area pertanian yang mengonsumsi pestisida, yang justru sangat membantu dalam proses penyuburan tanah, serta berperan penting dalam pendistrubusian buah-buahan agar tahan lama (tidak rusak dijalan).
Berbagai macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudah mengakibatkan banyak pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC, dan lain-lain. Walaupun sekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai (biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat rekalsitran.
Penggunaan pupuk dan pestisida pada awalnya mungkin belum memberikan efek yang berarti, namun dalam tempo yang panjang terlebih lagi disertai dengan penggunaan yang tidak hati-hati dan dosis yang tidak tepat, maka akan terjadi akumulasi di tanah. Keadaan tanah yang jenuh oleh bahan-bahan sintetik tersebut menyebabkan rantai makanan menjadi lambat dan bahkan berhenti, karena ketidakmampuan bakteri untuk menguraikan bahan-bahan sintetis itu. Tanah cenderung asam dan terjadi pengerasan yang disebabkan oleh pupuk sintetik. Dalam kondisi yang demikian, maka sangat diperlukan peranan dari mikroorganisme yang mampu mendegradasi senyawa C2H7NO2 seperti Trichoderma viride. Dengan peranan mikroorganisme tersebut maka akumulasi senyawa C2H7NO2 dapat diminimalisasi dan kesuburan tanah akan terjaga.
Langkah lain untuk mengurangi pencemaran yaitu dengan pemberian pestisida seefektif mungkin. Namun, pestisida dalam dosis rendah dapat menyebabkan terjadinya biomagnifikasi sehingga kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia. Untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida atau herbisida.
Bioremediasi
Kapasitas mikroorganisme untuk mendegradasi secara alami bahan organik yang telah dilakukan jutaan tahun, sekarang ditantang dengan bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja dimasukkan ke dalam lingkungan. Bioremediasi merupakan teknik yang potensial untuk membersihkan daerah terkontaminasi bahan pencemar. Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi atau mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan meminimumkan tekanan abiotik. Teknologi ini sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan.
Bioremediasi adalah proses pembersihan perusakan atau pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air). Keberhasilan proses bioremediasi harus didukung oleh disiplin ilmu lain, seperti fisiologi mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia, genetika molekuler, kimia air, kimia tanah dan juga teknik. Mikroba yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri, jamur, yeast, dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.
- Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (indigenous) pada lokasi tersemar dengan penambahan nutrient, pengaturan kondisi redoks, optimasi PH, dan sebagainya.
- Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
- Penerapan immobilized enzymes.
- Penggunaan tanaman (phytoremediation).
Kecepatan degradasi pestisida dipengaruhi terutama oleh :
1. Struktur kimia suatu senyawa toksikan faktor utama yang menentukan kecepatan degradasi. Proses
biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida yaitu :
- Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi.
- Ketidakjenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi.
- Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincinan aromatik sangat memengaruhi degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5-triklorofenoksi asam asetat).
- Posisi terikatnya rantai samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida
2. Kondisi lingkungan juga meliputi
- tipe tanah
- jumlah bahan organik tanah,
- suhu
- lamanya tanah tersebut ditanami
- Curah Hujan
- pH
Beberapa kelompok mikroorganisme yang pentig dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar, terutama organik antara lain:
a. Jamur
Jamur penting dalam mendegradasi zat organik sisa tanaman, karena beberapa diantaranya seperti white rot fungi mempunyai kemampuan untuk merombak zat lignin, yang merupakan suatu polimer yang terdapat di dalam bahan tanaman (misalnya kayu) yang sangat sulit dirombak oleh enzim bakteri, karena memiliki ikatan ß-glycosidic. Jamur mampu mengeluarkan suatu enzim peroxidase, yaitu suatu enzim yang dapat menhasilkan radikal hidroksil yang mampu merombak lignin menjadi zat yang dapat didegradasi oleh bakteri. Selain lignin radikal hidroksil dapat mendegradasi chlorinated pestisida seperti DDT, Eldrien dan PCB.
Beberapa jamur mikoriza seperti Rhizopogon vinicolor, Rhizopogon vulgaris, Hymenoscyphus ericae, Oidiodendron griseum, dan Gautieria crispa memiliki kemampuan remediasi senyawa-senyawa toksik di tanah, seperti dalam metabolisme berbagai senyawa aromatik: 2,4-D, atrazin, dan PCBs. Selanjutnya dinyatakan bahwa Radiigera atrogleba dan Hysterangium gardneri mampu mendegradasi 2,2-diklorofenol sebesar 80%.
Bakteri dan jamur merupakan kelompok yang memiliki peran yang terpenting dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar.
- Arthrobacter sp., Pseudomonas sp., dan Azotobacter sp. merupakan mikroorganisme aerobik atau fakultatif pada kondisi anaerob dapat mendegradasi klorobenzena:. Prosesnya konversi menjadi klorokatekol melalui reaksi dioksigenase dan dehidrogenase. Klorokatekol mengalami degradasi bertahap menjadi asam organik rantai lurus melalui pemutusan cincin benzena pada posisi orto. Deklorinasi reduktif dalam kondisi anaerob. Pseudomonas fluorescens tidak dapat mendegradasi DDT pada kondisi aerobic.
- Delsufurbio sp., merupakan bakteri yang dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide.
- Geotrichum sp. merupakan spesies bakteri aerob yang dapat mendegradasi DDT
- Bacillus cereus, Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes dalam medium ekstrak kedelai trypticase dapat mendegradasi DDT menjadi dua sampai delapan metabolit. Tujuh metabolit bersal dari bakteri aerob yaitu Bacillus. Metabolit yang hampir sama berasal dari reaksi anaerob E. coli dan E. aerogenes namun kurang dari empat metabolit berasal dari reaksi aerob dari organisme lain.
- Secara umum jalur metabolis pendegradasian DDT (1,1,1-triehloro-2,2-bis (p-chlorophenyl)ethane) adalah
- DDT > DDD > DDMU > DDMS > DDNU > (DDOH) > DDA > DBP or DDT > DDE.
- Staphylococcus aureus tidak dapat mendegradasi DDT pada kondisi aerobik.
Proses degradasi limbah pestisida dengan memanfaatkan enzim tidak mudah, dalam penanganan limbah pestisida secara enzimatis, sistem yang dikembangkan harus melalui tahap pengajian yang teliti sehingga tidak diperoleh hasil yang tidak diharapkan. Tidak semua jenis pestisida dapat dihidrolisis dengan menggunakan satu jenis biokatalis enzim. Namun, proses ini bergantung jenis pestisida, jenis mikroba, dan media pembiakan tempat berkembangnya bakteri tersebut sebelum dapat digunakan. Harus ditentukan dulu jenis pestisidanya, jenis mikroba yang tumbuh pada lahan pertanian yang akan didegradasi dengan enzim.
Untuk menentukan enzim penghidrolisis pestisida pada lahan pertanian, yang perlu dilakukan adalah dengan menentukan jenis mikroba. Untuk itu yang perlu dicari terlebih dahulu mikroba yang hidup pada lahan pertanian tersebut. Bakteri yang didapat, kemudian dibiakkan dalam media yang mengadung pestisida tertentu. Tujuannya supaya bakteri ini bisa tahan terhadap zat beracun ini. Dalam media ini mikroba kemudian menghasilkan enzim kasar yang akan dimurnikan dan selanjutnya diamobilisasi.
Untuk menghidrolisi jenis pestisida herbisida fenilkarbamat, misalnya, maka jenis yang digunakan adalah jenis enzim yang dihasilkan oleh mikroba dari genus Arthrobacter (Arthrobacter sp). Caranya dengan membiakkan mikroba ini dalam medium diklorofenosiastet terlebih dahulu. Setelah proses ini, enzim baru bisa dipakai untuk menghidrolisi herbisida jenis fenol terklorinasi. Demikian juga untuk jenis pestisida fenil karbamat digunakan jenis mikroba dari jenis genus Pseudomonas. Mikroba ini dibiakkan dalam dalam herbisida fenilkarbamat dan akhirnya dapat digunakan untuk menghidrolisis beberapa pestisida golongan fenil seperti karbamat dan asilanilida.
Setelah enzim ini jadi maka bisa digunakan dalam lahan pertanian. Bila berbentuk pelet enzim bisa ditaburkan di atas lahan pertanian. Tapi bila berbentuk cair maka enzim dapat dicampurkan di dalam larutan penyaring, untuk menghidrolisis air yang mengandung pestisida pada lahan pertanian yang bersama dengan proses penyaringan air.
Enzim mempunyai keunggulan dalam mendegradasi pestisida, karena biokatalis ini bisa digunakan dalam suhu ruang dan pH netral. Reaksi enzimatis tidak memerlukan bahan kimia konvensional sehingga ramah lingkungan. Bahan kimia biasa untuk mendegradasi kadang berbahaya karena menghasilkan efek samping.
Keuntungan lain reaksi enzimatis, pada saat degradasi tidak terpengaruh oleh toksisitas limbah yang ada dibanding dengan cara biologis menggunakan tanaman air. Enzim juga mampu menghasilkan reaksi yang bersih yang tidak berefek samping lantaran memunyai kekhususan pada struktur molekul pembentuknya.
Daftar Pustaka
- Anonim. 2003. Pestisida. http://tumoutou.net/TOX/PESTISIDA.htm. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Anonim. 2008. Degradasi Lahan. http://lasonearth.wordpress.com/makalah/degradasi-lahan/. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Anonim 2008. Intrinsic Bioremediation of Trichloroethylene and Chlorobenzene: Field and Laboratory Studies. http://www3.interscience.wiley.com/journal/119706247 /abstract?CRETRY=1&SRETRY=0. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Anonim. 2008. Keunggulan dan Kekurangan Pestisida Nabati. http://www.panap.net /uploads/media/Health_module_BIndonesia.pdf. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Anonim. 2008. Mereduksi Toksin dan Protein. web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.php? view=warta/isinews&id=1020 - 29k -
- Anonim. 2008. Mikroba dan Lingkungan. http://sumarsih07.files.wordpress.com /2008/11/vii-mikroba-dan-lingkungan.pdf.
- Anonim. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Pestisida Nabati. http://isroi.wordpress.com/2008/06/02/pengendalian-hama-dan-penyakit-dengan-pestisida-nabati/. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Anonim. 2008. Pestisida. http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Fardiaz, S.1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
- Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi : Suatu Teknologi Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato /ppgb/2006/ppgb_2006_erman_munir.pdfmages.soemarno.multiply.com/attachment/0/.../kentang%20%20residu%20fungisida%20dan%20jamur%20tanah.doc?n... . Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Respati, B. 2008 .Rangkuman Proses Biologis dalam Tanah dan Air Tanah. http://bambangrespati.wordpress.com/2008/12/04/rangkuman-proses-biologis-dalam-tanah-dan-air-tanah/. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
- Sudarmo, S., 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
- Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. library.usu.ac.id/download/fp/fp-diana.pdf.
- LANGLOIS, B. E. J. A., COLLINS, 2 and K. G. SIDES. Some Factors Affecting Degradation of Organochlorine. jds.fass.org/cgi/reprint/53/12/1671.pdf