Gunung St. Helens Ketika Meletus Pada Tahun 1980 |
1.1 Suksesi
Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang (homeostatis). Suksesi dibedakan menjadi suksesi allogenik ( karena pengaruh dari luar) dan suksesi autogenik (karena pengaruh dari dalam). Suksesi autogenik di bedakan lagi menjadi suksesi primer dan suksesi sekunder.
1.2 Vegetasi
Vegetasi adalah penutupan massa tumbuhan pada suatu daerah tertentu dengan luas yang bervariasi:
– Vegetasi dapat berupa sejumlah pohon-pohonan, semak, dan herba yang secara bersama-sama menutupi suatu wilayah yang luas, lazim disebut hutan. Dapat pula berupa hamparan lumut yang menutupi suatu batuan, sekelompok ganggang yang tumbuh mengapung di permukaan air, atau kaktus yang tumbuh tersebar di suatu padang pasir.
– Ditinjau dari luasnya, vegetasi dapat berupa penutupan tumbuhan dengan luas hanya beberapa meter persegi saja sampai yang luasnya ratusan bahkan ribuan kilometer persegi
(dalam Parikesit, 2010)
Suatu vegetasi terbentuk dari kehadiran secara bersama-sama sejumlah individu tumbuhan yang kemudian antara satu individu dengan yang lainnya saling melakukan interaksi:
– Pada akhirnya akan mempengaruhi atau memodifikasi habitat atau tempat tumbuhnya.
– Tumbuhan akan menyebabkan tempat tumbuhnya menjadi lebih lembab atau sebaliknya, mereka akan meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah (melalui dekomposisi) dan mengurangi intensitas cahaya matahari yang sampai di permukaan tanah (karena adanya naungan tajuk).
– Dengan cara yang berbeda, setiap individu tumbuhan akan menghambat atau memberikan jalan bagi tumbuhnya individu lain (yang sejenis maupun berlainan jenis).
(dalam Parikesit, 2010)
1.3 Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan lumpur yang baru di muara sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batubara, dan minyak bumi.
Contoh: terbentuknya suksesi di Gunung St. Helens Vancouver, Washington, Amerika Serikat yang pernah meletus pada tahun 1980. Di daerah bekas letusan gunung St. Helens mula-mula muncul tanaman lupin padang rumput berwarna ungu menjadi “warna pertama” di antara hamparan kelabu yang muram. Saat tumbuh besar tanaman itu menjadi pabrik gizi, makanan untuk serangga, habitat untuk tikus dan binatang pengerat lainnya; setelah mati, mereka dan organisme yang menempel pada mereka akan memperkaya debu, memungkinkan spesies lain untuk membuat koloninya di tempat itu.
1.4 Keistimewaan Peran Habitat di Suatu Suksesi Primer
Bagaimana vegetasi pulih dari gangguan adalah pusat ekologi pertanyaan, dan memahami bagaimana lanskap vulkanik memulihkan, memberitahu kita tentang proses dasar ekologi. Studi suksesi primer adalah penting meskipun daerah yang kini sedang menjalani proses ini relatif sedikit. Tingkat suksesi primer dapat berbeda secara signifikan, tetapi karena kondisi diperbaiki oleh pelapukan dan akumulasi gizi, maka laju suksesi secara bertahap mempercepat. Bahkan, tahap suksesi mungkin berhubungan terutama dengan perbedaan habitat yang berkaitan dengan munculnya substrat sebagai koloni awal. Tingkat tanaman penutup (vegetasi) sebagai pembangun dapat berhubungan dengan tingkat stress lingkungan, sementara tingkat akumulasi spesies tergantung pada tingkat isolasi. Oleh sebab itu, tingkat suksesi sangat berbeda antara unit Geomorfologi (footslopes, lereng dan puncak) dari suatu area, sehingga akan hadir tahapan yang berbeda yang terjadi bersamaan pada area tersebut.
Keistimewaan habitat memainkan peran penting dalam menentukan tingkat suksesi, dengan cara menyediakan berbagai kondisi lingkungan yang memungkinkan berbeda di setiap tingkat kolonisasi untuk menutupi area yang rusak atau mengalami suksesi. Tingkat Suksesi tergantung pada tingkat kolonisasi tanaman, dispersi sekunder dan tanah pembentukan (Marchese & Grillo 2000). Dalam beberapa kasus, proses suksesi yang lebih cepat merupakan akibat dari tinggi kolonisasi dan dispersi sekunder, dan kondisi yang lebih baik untuk pembentukan tanah. Area yang mengalami suksesi memperlihatkan perbedaan yang jelas antar unit geomorfologi sebagai hasil suksesi yang berbeda. Footslopes atau kaki lereng berada pada tahapan suksesi jauh lebih maju, karena kedekatannya dengan vegetasi dan rendah stres. Kemiringan permukaan yang terdiri dari hummocks, cekungan dan lubang suksesi dengan tingkat rendah dalam habitat bertanggung jawab atas tingkat yang lebih rendah pada suksesi di unit geomorfologi, sedangkan adanya celah di puncak area mempercepat laju suksesi nya.
1.5 Suksesi Primer dari Vegetasi di Gunung St. Helens
Suksesi primer di Gunung St Helens, Washington, USA, dipelajari dengan menggunakan pengamatan jangka panjang dan metode eksperimental. Jarak dari koloni potensial merupakan faktor utama yang menghambat awal suksesi primer. Area vegetasi yang semula terganggu tetap rendah di tumbuhi tanaman, tetapi kekayaan spesies sebanding dengan vegetasi sebelum mengalami gangguan. Area di atas 500 m dari sumber koloni banyak menjadi spesies potensial, tetapi itu berarti kekayaan spesies jauh lebih rendah dibandingkan plot yang terganggu. Area yang mengalami penutupan nyaris tidak terukur setelah 11 musim tumbuh.
Para ahli ekologi menduga suksesi primer gunung St. Helens ini terjadi dari luar ke dalam, saat sejumlah spesies dari daerah perbatasan menginvasi daerah ledakan. Tetapi ternyata pemulihan juga datang dari dalam daerah itu sendiri. Dimulai dengan sebuah tanaman yang ditemukan Crisafulli tahun 1981 pada tanah tandus seluar 15 kilometer persegi yang dikenal sebagai Dataran Pumice, yaitu tanaman lupin padang rumput berwarna ungu menjadi “warna pertama” di antara hamparan kelabu yang muram. Saat tumbuh besar tanaman itu menjadi pabrik gizi, makanan untuk serangga, habitat untuk tikus dan binatang pengerat lainnya; setelah mati, mereka dan organisme yang menempel pada mereka akan memperkaya debu, memungkinkan spesies lain untuk membuat koloninya di tempat itu.
Banyak jenis Asteraceae dan Epilobium mendominasi lokasi yang terisolasi. Namun, koloni awal biasanya terbatas pada spesifik microsites yang memberikan perlindungan fisik dengan meningkatkan sumber daya bagi pertumbuhan yang lain. Suksesi primer di Gunung St Helens termasuk sangat lambat karena kebanyakan habitat terisolasi dan mengalami stres. Kurangnya kemampuan penyebaran spesies disebabkan karena kurangnya kemampuan spesies membentuk penyebaran yang cocok sehingga mengakibatkan proses perbaikan area melambat. Kemampuan spesies melakukan simbiosis fiksasi nitrogen pun hanya memberikan efek yang rendah dan hanya berpengaruh secara lokal. Misalnya, Lupinus lepidus yang dapat memfasilitasi kolonisasi spesies lain hanya setelah mati.
Di Gunung St Helens, hampir semua pionir adalah angin, berbeda dengan sekitarnya. Vegetasi di Gunung St Helens relatif tetap miskin. Di Gunung St Helens butuh waktu sekitar 10 tahun untuk mencapai 50% dari kekayaan saat ini dan sekitar 1/3 dari spesies yang sporadis. Contoh-contoh ini menekankan pentingnya isolasi dalam mengemudikan suksesi. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa urutan suksesi di Gunung St Helens tidak diperlukan sebuah mesin. Sebaliknya, mereka mengalami suksesi yang dakibatkan oleh kondisi lokal, efek lanskap dan kesempatan.
Gunung St. Helen Sesaat Setelah Meletus |
Gunung St. Helens Tahun 2008 |
Daftar Pustaka :
Elias, R.B. & E. Dias 2007. The Role of Habitat Features in a Primary Succession.
Arquipélago. Life and Marine Sciences 24: 1-10.
Moral, Roger Del. 2009. Primary succession on Mount St. Helens,
with reference to Surtsey. Washington. Surtsey Research.
Walker, Lawrence. R. 2003. Primary Succecion and Ecosystem Rehabilitation. Las Vegas. Cambridge University Press.
No comments:
Post a Comment