20.12.12

Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat adalah mikroba yang mampu melepaskan unsur fosfat dari koloid tanah sehingga menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tumbuhan. Mikroba ini merupakann salah satu mikroba yang berperan di dalam penyediaan unsur hara dalam tanah, yaitu fosfat. Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Selain mikroba pelarut fosfat juga terdapat mikroba yang berperan sebagai penyerap fosfat. Kelompok mikroba yang berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.

Jenis-jenis Mikroba Pelarut Fosfat :

Kingdom    : Fungi
Phylum       : Ascomycota
Class          : Eurotiomycetes
Order         : Eurotiales
Family        : Trichocomaceae
Genus         : Aspergillus
Spesies       : Aspergillus sp (Micheli, 1729)

Kingdom    : Fungi
Phylum       : Ascomycota
Class          : Eurotiomycetes
Order         : Eurotiales
Family        : Trichocomaceae
Genus        : Penicillium
Spesies      : Penicillium sp

Kingdom    :Bacteria
Phyllum      :Proteobacteria
Class         :Gamma Proteobacteria
Order        : Pseudomonadales
Family       : Pseudomonadaceae
Genus       : Pseudomonas (Migula,1894)


Kingdom    : Bacteria
Phylum       : Firmicutes
Class          : Bacilli
Order         : Bacillales
Family        : Bacillaceae
Genus        : Bacillus
Species      : B. megaterium

Daftar Pustaka
  • http://beritek.wordpress.com/2009/05/30/bioteknologi-mikroba-untuk-pertanian-organik/
  • http://archive.microbelibrary.org/microbelibrary/files/ccImages/Articleimages/treves/Penicillium_labeled.jpg
  • https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIC_Nm3Q4vMDYyosHRHmAXCItORjZTq1VcHO0PjYVCnwPJJMSfjVRqlrNOaZqI6dZ3UKlrmxWyJzebAWl32zdeURyUbgsd3Mb8UwUvezSbO1htrVRn1L5i6HPYBNT8pZ_y2B9pH3I1oW4/s1600/Pseudomonas+sp.jpg
  • http://www.magma.ca/~scimat/B_megate.htm

13.11.12

MIKROORGANISME PENDEGRADASI PESTISIDA

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengontrol, menolak atau membunuh pes (contohnya serangga, tikus, rumput liar, burung, Mammalia, ikan, atau mikroba) yang dianggap mengganggu. Pestisida berasal dari bahasa Inggris; pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh.

Jenis-jenis pestisida:
1.    Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran

  • Insektisida, racun serangga (insekta)
  • Fungisida, racun cendawan / jamur
  • Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu
  • Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)
  • Rodentisida, racun binatang pengerat
  • Nematisida, racun nematoda
  • Algasida berfungsi untuk membunuh alga.
  • Avisida berfungsi untuk membunuh burung serta pengontrol populasi burung.
  • Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri.
  • Larvasida berfungsi untuk membunuh larva.
  • Molusksisida berfungsi untuk membunuh siput.
  • Nematisida berfungsi untuk membunuh cacing.
  • Ovisida berfungsi untuk membunuh telur.
  • Pedukulisida berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
  • Piscisida berfungsi untuk membunuh ikan.
  • Presida berfungsi untuk membunuh pemangsa atau predator.
  • Termisida berfungsi untuk membunuh rayap.
2.    Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, pestisida dapat dikelompokkan atas dua golongan:
  • Resisten, dimana meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan.Pestisida yang termasuk organochlorines termasuk pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin
  • Kurang resisten. Pestisida kelompok organofosfa adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain.
3.    Penggolongan menurut asal dan sifat kimia
 a) Sintetik
  • Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri.
  • Organik : 
    • Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
    • Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
    • Organofosfat : malathion, biothion dll.
    • Karbamat : Furadan, Sevin dll.
    • Dinitrofenol : Dinex dll.
    • Thiosianat : lethane dll.
    •  Sulfonat, sulfida, sulfon.
    • Lain-lain : methylbromida dll.
b) Hasil alam
Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman, misalnya: Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dan lain-lain. Pestisida nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1.    Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat
2.    Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot.
3.    Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa
4.    Menghambat reproduksi serangga betina
5.    Racun syaraf
6.    Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga
7.    Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
8.    Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri

Namun, terdapat kekurangan dan kelebihannya, yaitu: 
a) Kelebihan
  • Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari
  • Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian
  • Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan lingkungan
  • Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif
  • Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia
  • Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman
  • Murah dan mudah dibuat oleh petani 
b) Kelemahan
  • Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering
  • Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)
  • Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku
  • Kurang praktis
  • Tidak tahan disimpan 
Pestisida dan Lingkungan
Pestisida memang bersifat membasmi tetapi tidak semua beracun. Pestisida dapat menghancurkan ekosistem yang berada di area pertanian yang mengonsumsi pestisida, yang justru sangat membantu dalam proses penyuburan tanah, serta berperan penting dalam pendistrubusian buah-buahan agar tahan lama (tidak rusak dijalan).

Berbagai macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudah mengakibatkan banyak pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC, dan lain-lain. Walaupun sekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai (biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat rekalsitran.

Penggunaan pupuk dan pestisida pada awalnya mungkin belum memberikan efek yang berarti, namun dalam tempo yang panjang terlebih lagi disertai dengan penggunaan yang tidak hati-hati dan dosis yang tidak tepat, maka akan terjadi akumulasi di tanah. Keadaan tanah yang jenuh oleh bahan-bahan sintetik tersebut menyebabkan rantai makanan menjadi lambat dan bahkan berhenti, karena ketidakmampuan bakteri untuk menguraikan bahan-bahan sintetis itu. Tanah cenderung asam dan terjadi pengerasan yang disebabkan oleh pupuk sintetik. Dalam kondisi yang demikian, maka sangat diperlukan peranan dari mikroorganisme yang mampu mendegradasi senyawa C2H7NO2 seperti Trichoderma viride. Dengan peranan mikroorganisme tersebut maka akumulasi senyawa C2H7NO2 dapat diminimalisasi dan kesuburan tanah akan terjaga.

Langkah lain untuk mengurangi pencemaran yaitu dengan pemberian pestisida seefektif mungkin. Namun, pestisida dalam dosis rendah dapat menyebabkan terjadinya biomagnifikasi sehingga kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia. Untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida atau herbisida.


Bioremediasi
Kapasitas mikroorganisme untuk mendegradasi secara alami bahan organik yang telah dilakukan jutaan tahun, sekarang ditantang dengan bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja dimasukkan ke dalam lingkungan. Bioremediasi merupakan teknik yang potensial untuk membersihkan daerah terkontaminasi bahan pencemar. Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi atau mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan meminimumkan tekanan abiotik. Teknologi ini sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan.

Bioremediasi adalah proses pembersihan perusakan atau pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air). Keberhasilan proses bioremediasi harus didukung oleh disiplin ilmu lain, seperti fisiologi mikroba, ekologi, kimia organik, biokimia, genetika molekuler, kimia air, kimia tanah dan juga teknik. Mikroba yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri, jamur, yeast, dan alga. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.

Empat teknik dasar yang biasanya digunakan dalam bioremediasi, yaitu :
  • Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (indigenous) pada lokasi tersemar dengan penambahan nutrient, pengaturan kondisi redoks, optimasi PH, dan sebagainya.
  • Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
  • Penerapan immobilized enzymes.
  • Penggunaan tanaman (phytoremediation).

Kecepatan degradasi pestisida dipengaruhi terutama oleh :
1. Struktur kimia suatu senyawa toksikan faktor utama yang menentukan kecepatan degradasi. Proses
    biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida yaitu :
  • Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi.
  • Ketidakjenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi.
  • Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincinan aromatik sangat memengaruhi degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5-triklorofenoksi asam asetat).
  • Posisi terikatnya rantai samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida

2.    Kondisi lingkungan juga meliputi
  • tipe tanah
  • jumlah bahan organik tanah,
  • suhu
  • lamanya tanah tersebut ditanami
  • Curah Hujan
  • pH 
Mikroorganisme Pendegradasi Pestisida
Beberapa kelompok mikroorganisme yang pentig dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar, terutama organik antara lain:

a.    Jamur
Jamur penting dalam mendegradasi zat organik sisa tanaman, karena beberapa diantaranya seperti white rot fungi mempunyai kemampuan untuk merombak zat lignin, yang merupakan suatu polimer yang terdapat di dalam bahan tanaman (misalnya kayu) yang sangat sulit dirombak oleh enzim bakteri, karena memiliki ikatan ß-glycosidic. Jamur mampu mengeluarkan suatu enzim peroxidase, yaitu suatu enzim yang dapat menhasilkan radikal hidroksil yang mampu merombak lignin menjadi zat yang dapat didegradasi oleh bakteri. Selain lignin radikal hidroksil dapat mendegradasi chlorinated pestisida seperti DDT, Eldrien dan PCB.

Beberapa jamur mikoriza seperti Rhizopogon vinicolor, Rhizopogon vulgaris, Hymenoscyphus ericae, Oidiodendron griseum, dan Gautieria crispa memiliki kemampuan remediasi senyawa-senyawa toksik di tanah, seperti dalam metabolisme berbagai senyawa aromatik: 2,4-D, atrazin, dan PCBs. Selanjutnya dinyatakan bahwa Radiigera atrogleba dan Hysterangium gardneri mampu mendegradasi 2,2-diklorofenol sebesar 80%.

b.    Bakteri
Bakteri dan jamur merupakan kelompok yang memiliki peran yang terpenting dalam kaitannya dengan mobilitas dan keberadaan zat pencemar.
  1. Arthrobacter sp., Pseudomonas sp., dan Azotobacter sp. merupakan mikroorganisme aerobik atau fakultatif pada kondisi anaerob dapat mendegradasi klorobenzena:. Prosesnya konversi menjadi klorokatekol melalui reaksi dioksigenase dan dehidrogenase. Klorokatekol mengalami degradasi bertahap menjadi asam organik rantai lurus melalui pemutusan cincin benzena pada posisi orto. Deklorinasi reduktif dalam kondisi anaerob. Pseudomonas fluorescens tidak dapat mendegradasi DDT pada kondisi aerobic.
  2. Delsufurbio sp., merupakan bakteri yang dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide.
  3. Geotrichum sp. merupakan spesies bakteri aerob yang dapat mendegradasi DDT
  4. Bacillus cereus, Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan  Enterobacter aerogenes dalam medium ekstrak kedelai trypticase dapat mendegradasi DDT menjadi dua sampai delapan metabolit. Tujuh metabolit bersal dari bakteri aerob yaitu Bacillus. Metabolit yang hampir sama berasal dari  reaksi anaerob E. coli dan E. aerogenes namun kurang dari empat metabolit berasal dari reaksi aerob dari organisme lain.
  5. Secara umum jalur metabolis pendegradasian DDT (1,1,1-triehloro-2,2-bis (p-chlorophenyl)ethane) adalah
  6. DDT  > DDD > DDMU > DDMS > DDNU > (DDOH) > DDA > DBP or DDT > DDE.
  7. Staphylococcus aureus tidak dapat mendegradasi DDT pada kondisi aerobik.
Contoh Proses Degradasi Pestisida
Proses degradasi limbah pestisida dengan memanfaatkan enzim tidak mudah, dalam penanganan limbah pestisida secara enzimatis, sistem yang dikembangkan harus melalui tahap pengajian yang teliti sehingga tidak diperoleh hasil yang tidak diharapkan. Tidak semua jenis pestisida dapat dihidrolisis dengan menggunakan satu jenis biokatalis enzim. Namun, proses ini bergantung jenis pestisida, jenis mikroba, dan media pembiakan tempat berkembangnya bakteri tersebut sebelum dapat digunakan. Harus ditentukan dulu jenis pestisidanya, jenis mikroba yang tumbuh pada lahan pertanian yang akan didegradasi dengan enzim.

Untuk menentukan enzim penghidrolisis pestisida pada lahan pertanian, yang perlu dilakukan adalah dengan menentukan jenis mikroba. Untuk itu yang perlu dicari terlebih dahulu mikroba yang hidup pada lahan pertanian tersebut. Bakteri yang didapat, kemudian dibiakkan dalam media yang mengadung pestisida tertentu. Tujuannya supaya bakteri ini bisa tahan terhadap zat beracun ini. Dalam media ini mikroba kemudian menghasilkan enzim kasar yang akan dimurnikan dan selanjutnya diamobilisasi.

Untuk menghidrolisi jenis pestisida herbisida fenilkarbamat, misalnya, maka jenis yang digunakan adalah jenis enzim yang dihasilkan oleh mikroba dari genus Arthrobacter (Arthrobacter sp). Caranya dengan membiakkan mikroba ini dalam medium diklorofenosiastet terlebih dahulu. Setelah proses ini, enzim baru bisa dipakai untuk menghidrolisi herbisida jenis fenol terklorinasi. Demikian juga untuk jenis pestisida fenil karbamat digunakan jenis mikroba dari jenis genus Pseudomonas. Mikroba ini dibiakkan dalam dalam herbisida fenilkarbamat dan akhirnya dapat digunakan untuk menghidrolisis beberapa pestisida golongan fenil seperti karbamat dan asilanilida.

Setelah enzim ini jadi maka bisa digunakan dalam lahan pertanian. Bila berbentuk pelet enzim bisa ditaburkan di atas lahan pertanian. Tapi bila berbentuk cair maka enzim dapat dicampurkan di dalam larutan penyaring, untuk menghidrolisis air yang mengandung pestisida pada lahan pertanian yang bersama dengan proses penyaringan air.

Enzim mempunyai keunggulan dalam mendegradasi pestisida, karena biokatalis ini bisa digunakan dalam suhu ruang dan pH netral. Reaksi enzimatis tidak memerlukan bahan kimia konvensional sehingga ramah lingkungan. Bahan kimia biasa untuk mendegradasi kadang berbahaya karena menghasilkan efek samping.

Keuntungan lain reaksi enzimatis, pada saat degradasi tidak terpengaruh oleh toksisitas limbah yang ada dibanding dengan cara biologis menggunakan tanaman air. Enzim juga mampu menghasilkan reaksi yang bersih yang tidak berefek samping lantaran memunyai kekhususan pada struktur molekul pembentuknya.

Daftar Pustaka
  1. Anonim. 2003. Pestisida. http://tumoutou.net/TOX/PESTISIDA.htm. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  2. Anonim. 2008.  Degradasi Lahan. http://lasonearth.wordpress.com/makalah/degradasi-lahan/. Diakses   tanggal 14 Desember 2008.
  3. Anonim 2008. Intrinsic Bioremediation of Trichloroethylene and Chlorobenzene: Field and Laboratory Studies. http://www3.interscience.wiley.com/journal/119706247 /abstract?CRETRY=1&SRETRY=0. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  4. Anonim. 2008. Keunggulan dan Kekurangan Pestisida Nabati. http://www.panap.net /uploads/media/Health_module_BIndonesia.pdf. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  5. Anonim. 2008. Mereduksi Toksin dan Protein. web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.php? view=warta/isinews&id=1020 - 29k -
  6. Anonim. 2008. Mikroba dan Lingkungan. http://sumarsih07.files.wordpress.com /2008/11/vii-mikroba-dan-lingkungan.pdf.
  7. Anonim. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Pestisida Nabati. http://isroi.wordpress.com/2008/06/02/pengendalian-hama-dan-penyakit-dengan-pestisida-nabati/. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  8. Anonim. 2008. Pestisida. http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  9. Fardiaz, S.1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
  10. Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi : Suatu Teknologi Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato /ppgb/2006/ppgb_2006_erman_munir.pdfmages.soemarno.multiply.com/attachment/0/.../kentang%20%20residu%20fungisida%20dan%20jamur%20tanah.doc?n... . Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  11. Respati, B. 2008 .Rangkuman Proses Biologis dalam Tanah dan Air Tanah. http://bambangrespati.wordpress.com/2008/12/04/rangkuman-proses-biologis-dalam-tanah-dan-air-tanah/. Diakses tanggal 14 Desember 2008.
  12. Sudarmo, S., 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
  13. Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. library.usu.ac.id/download/fp/fp-diana.pdf.
  14. LANGLOIS, B. E. J. A., COLLINS, 2 and K. G. SIDES. Some Factors Affecting Degradation of Organochlorine. jds.fass.org/cgi/reprint/53/12/1671.pdf

ISOLASI DAN KULTIVASI SERTA IDENTIFIKASI BAKTERI

Jumlah dan populasi bakteri di alam sekitar kita sangat banyak. Beratus-ratus atau mungkin ribuan species berbagai bakteri terdapat dimana-mana sehingga dia disebut bersifat cosmopolitan. Untuk dapat mengetahui dan mengidentifikasi bakteri perlu dibuat biakan murni bakteri yang kita identifikasi. Untuk itu perlu diambil bahan pemeriksaan, lalu bahan itu ditanam dengan maksud memperbanyak pertumbuhan bakteri yang dicari yang dinamakan pembiakan murni. Bakteri dibiakkan di laboratorium pada bahan nutrient yang disebut medium.

Mikroorganisme seperti bakteri sulit untuk dipelajari dalam ilmu taksonomi karena tidak mempunyai varietas dari ciri-ciri anatomi seperti halnya tumbuhan atau hewan.  Identifikasi bakteri didasarkan pada varietas dari karakteristik yang dimiliki oleh bakteri tersebut, tidak hanya dari morfologi tetapi juga karakteristik kultur mikroorganisme, fisiologi, dan patogenitas. Bakteri dapat diidentifikasi dengan mengetahui reaksi biokimia dari bakteri tersebut. Dengan menanamkan bakteri pada medium, maka akan diketahui sifat-sifat suatu koloni bakteri. Sifat-sifat suatu koloni tersebut ialah sifat-sifat yang ada sangkut pautnya dengan bentuk, susunan, permukaan, pengkilatan, dan sebagainya.

Bakteri, sebagai kelompok, hidup dan tumbuh di bawah kisaran keadaan yang luas. Beberapa species hidup pada deposit-deposit di parit-parit terdalam di samudera, yang lain hidup di tanah arktik, yang lain lagi di sumber air panas. Untuk menelaah bakteri di laboratorium kita harus dapat menumbuhkan mereka dalam biakan murni. Untuk melakukan hal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrient yang disyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya. Tidak ada satupun perangkat kondisi yang memuaskan bagi kultivasi semua bakteri di laboratorium. Bakteri amat beragam baik dalam persyaratan nutrisi maupun fisiknya. Beberapa bakteri mempunyai persyaratan nutrient yang sederhana sedangkan yang lain mempunnyai persyratan yang rumit. Beberapa species tumbuh pada suhu terendah 0 derajat celcius, sedangkan yang lain tumbuh pada suhu sampai 75 derajat celcius. Beberapa membutuhkan oksigen bebas, sedangkan yang lain dihambat oleh oksigen. Karena alasan ini maka kondisi harus disesuaikan sedemikian sehingga menguntungkan bakteri tertentu yang sedang ditelaah. Begitu tersedia kondisi yang baik untuk kultivasi, maka reproduksi dan pertumbuhan bakteri dapat diamati dan diukur, utnuk menentukan pengaruh berbagai kondisi baik terhadap reproduksi maupun pertumbuhan bakteri tersebut dan untuk menentukan perubahan-perubahan apa saja yang dihasilkan oleh bakteri di dalam lingkungan tumbuhnya.

Persyaratan Nutrisi
Semua bentuk kehidupan, dari mikroorganisme sampai kepada manusia, mempunyai persamaan dalam hal persyaratan nutrisi tertentu dalam bentuk zat-zat kimiawi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsinya yang normal. Pengamatan-pengamatan baerikut ini melukiskan hal tersebut dan juga menampakkan keragaman yang amat besar dalam hal tipe nutrisi yang dijumpai di antara bakteri:
  • Semua organisme hidup membutuhkan sumber energi. Organisme hidup terbagi menjadi fototrof atau kemotrof dan kedua tipe nutrisi ini dijumpai di antara bakteri.
  • Semua organisme hidup membutuhkan karbon; semua membutuhkan sedikitnya sejumlah kecil karbondioksida, tetapi kebanyakan di antaranya juga membutuhkan beberapa senyawa karbon organik, seperti gula-gulaan dan karbohidrat lain.
  • Semua organisme hidup membutuhkan nitrogen. Bakteri sangat beragam dalam hal ini; beberapa tipe menggunakan nitrogen atmosferik, beberapa tumbuh pada senyawa nitrogen anorganik, dan yang lain membutuhkan nitrogen dalam bentuk senyawa nitrogen organic.
  • Semua organisme hidup membutuhkan belerang (sulfur) dan fosfor.
  • Semua organisme hidup membutuhkan beberapa unsur logam, natrium, kalium, kalsium, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga dan kobalt untuk pertumbuhnannya yang normal. Walaupun dalam jumlah yang sedikit.
  • Semua organisme hidup membutuhkan vitamin (senyawa organic khusus yang penting untuk pertumbuhan) dan senyawa seperti vitamin yang berfungsi membentuk substansi yang mengaktivasi enzim – substansi yang menyebabkan perubahan kimiawi.
  • Semua organisme hidup membutuhkan air untuk fungsi-fungsi metabolic dan pertumbuhannya. Untuk bakteri, semua nutrient harus ada dalam bentuk larutan sebelum dapat memasuki bakteri tersebut.
                                (Pelczar dan Chan,1986)

Kondisi Fisik yang Dibutuhkan untuk Pertumbuhan
Bakteri tidak hanya amat bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukan respons yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di alam lingkungannya. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi nutrient serta lingkungan fisik yang sesuai.
  1. Suhu
  2. Atmosfer gas
  3. pH
Mikroorganisme tidak mempunyai varietas dan ciri-ciri anatomi, tidak seperti halnya pada tumbuhan atau hewan yang mudah dipelajari dalam taksonomi. Masalah yang paling mendasar di dalam bakteriologi adalah penyembuhan, pembersihan, dan identifikasi dari kultur bakteri. Identifikasi bakteri didasarkan pada varietas dari karakteristik yang dimiliki oleh bakteri tersebut, tidak hanya dari morfologi tetapi juga karakteristik kultur mikroorganisme, fisiologi, dan patogenitas (Seeley & VanDemark, 1971).

Bakteri dapat diidentifikasi dengan mengetahui reaksi biokimia dari bakteri tersebut. Dengan menanamkan bakteri pada medium, maka akan diketahui sifat-sifat suatu koloni bakteri. Sifat-sifat suatu koloni tersebut ialah sifat-sifat yang ada sangkut pautnya dengan bentuk, susunan, permukaan, pengkilatan, dan sebagainya (Dwidjoseputro, D. 1981.) Identifikasi bakteri dapat diketahui dengan menanamkan sampel bakteri dalam media seperti media gula-gula dan penanaman dalam IMViC. Uji IMViC ini merupakan singkatan dari uji Indol, Metil Red, Voges Proskauer, dan Citrate.

Media Gula-Gula
Media gula-gula ini merupakan media yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi bakteri. Indikator yang digunakan adalah merah fenol, untuk mengetahui terjadinya pembentukan asam atau tidak sebagai hasil penguraian gula pada medium. Di dalam media gula-gula ini digunakan tabung Durham untuk mengetahui ada tidaknya pembentukan gas sebagai hasil penguraian gula dalam medium. Media gula-gula ini terdiri dari glukosa, laktosa, manosa, maltosa, dan sakarosa.

1.    Uji Indol
Bakteri yang tergolong dalam grup fekal dapat memecah asam amino triptofan dan menghasilkan suatu senyawa berbau busuk yang disebut indol. Bakteri yang telah ditumbuhkan dalam medium yang mengandung triptofan, kemudian diberi 3-5 tetes pereaksi Kovacs yang mengandung amil alkohol atau diberi kristal asam oksalat. Adanya indol akan menyebabkan amil alkohol berubah warnanya menjadi merah tua atau warna kristal asam oksalat menjadi merah muda. Uji yang menggunakan penunjuk amil alkohol disebut metode Kovacs, sedangkan yang menggunakan penunjuk asam oksalat disebut metode Gnezda.

2.    Uji Metil Red
Test ini adalah untuk mengetahui adanya pembentukan asam dengan pH di bawah 4. Metil Red adalah suatu indicator yang akan menunjukan warna merah bila pH ada di bawah 4. Hasil test positif ditandai dengan terbentuknya warna merah, sedangkan warna kuning menunjukan hasil negative. Pada uji ini sebelumnya ditambahkan reagen MR (0,4% dalam alcohol 96%) kedalamnya untuk dapat mengetahui reaksi warna.

3.    Uji Voges Proskauer  
Pada reaksi ini akan diselidiki apakah bakteri yang akan diuji dapat membentuk Acethyl Methyl Carbinol atau tidak. Untuk melihat hasil positif maka ke dalam medium yang telah ditanami ditambahkan KOH kemudian dipanaskan sebentar. Dalam hal ini akan terbentuk diacethil. Diacetyl ini dengan sisa-sisa guanidine akan membentuk warna merah kecoklatan yang berupa cincin dipermukaan tabung sebagai VP (+), bila tidak terjadi apa-apa ditulis VP (-).

4.    Uji Sitrat
Dengan manggunakan medium citrate menurut Simmon, merupakan medium padat yang terdiri dari mono ammonium fosfat, Na citrate, NaCl, air , agar-agar, dan indicator Bromtymol blue. Pada uji ini medium yang tadinya berwarna hijau kebiruan, bila bereaksi positif maka akan berubah menjadi berwarna biru terang. Bila rekasi negative, maka akan tetap berwarna hijau kebiruaan.

Selain dari reaksi biokimia, bakteri juga dapat diidentifikasi dengan mengamati pergerakannya atau motilitasnya. Motilitas bakteri ini dibagi dalam empat kelompok yaitu, aerob (organisme yang membutuhkan oksigen), anaerob (tumbuh tanpa oksigen molekular), anaerob fakultatif (tumbuh pada keadaan aerob dan anaerob), dan mikroaerofil tumbuh terbaik bila ada sedikit oksigen atmosfer). Motilitas bakteri ini dapat diamati dengan menumbuhkan bakteri pada semi solid agar (Pelczar dan Chan, 1986). 

DAFTAR PUSTAKA
Buchana, R.E.,dan N.E Gibbons (eds): Bergey’sManual of Detertminative  Bacteriology,8th. Wilias &  
      Wilkins: Baltimore
Dwidjoseputro, D. 1981. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.
Pelczar, M. J., dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penterjemah
     Ratna Siri Hadioetomo., et al. Universitas Indonesia: Jakarta.
Seeley, H. W., dan P. J. VanDemark. 1971. Microbes in Action A Laboratory
     Manual Of Microbiology. W. H. Freeman and Company: San Fransisco




23.10.12

Aging and Process


Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum atau urap kulit dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari. Sebum adalah kandungan minyak yang melembabkan kulit dan melindungi terhadap polusi. Sebum atau urap kulit dibentuk oleh kelenjar palit. Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut.  Sebum berfungsi sebagai pertahanan terhadap musuh utama kecantikan wanita yaitu penuaan dini. Penuaan dini sering terjadi pada kulit yang berjenis kering, karena kadar sebum dalam kulit kering sangat sedikit. Biasanya penuaan dini ditandai dengan kondisi kulit terlihat lelah, kering, bersisik, kasar dan disertai munculnya keriput dan noda hitam atau vlek.




Kulit manusia terdiri atas epidermis dan dermis. Kulit berfungsi sebagai alat ekskresi karena adanya kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang terletak di lapisan dermis. Epidermis tersusun atas lapisan tanduk (lapisan korneum) dan lapisan Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati, yang dapat mengelupas dan digantikan oleh sel-sel baru. Lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan germinativum. Lapisan spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar. Lapisan germinativum mengandung sel-sel yang aktif membelah diri, mengantikan lapisan sel-sel pada lapisan korneum. Lapisan Malpighi mengandung pigmen melanin yang memberi warna pada kulit. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung syaraf, kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan keringat. Banyaknya keringat yang dikeluarkan dapat mencapai 2.000 ml setiap hai, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu. Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebgai organ penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh.  Pada suhu lingkunga tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar keringat mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun sehingga kita tidak merasakan panas lagi. Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah, kelenjar keringat tidak aktid dan pembuluh kapiler di kulit menyempit. Pada keadaan ini darah tidak membuang sisa metabolisme dan air, akibatnya penguapan sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami kendinginan. Keluarnya keringat dikontrol oleh hipotamulus.
 
Beberapa fakta ilmiah mengenai kulit manusia, diantaranya sebagai berikut :
  1. Pada usia muda, kulit baru akan muncul ke lapisan epidermis setiap 28 – 30 hari. Dengan bertambahnya usia, proses regenerasi berkurang secara cepat. Dan setelah usia di atas 50 tahun prosesnya menjadi sekitar 37 hari.
  2. Lapisan dermis kulit adalah lapisan kulit yang bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas, dan kehalusan kulit. Berfungsi mensuplai makanan untuk lapisan epidermis, dan sebagai fondasi bagi kolagen serta serat elastin.
  3. Vitamin C merangsang dan meningkatkan produksi kolagen kulit dengan cara meningkatkan kemampuan perkembangbiakan sel fibroblast tua dermis.
Penuaan adalah proses yang dinamis dan kompleks yang dihasilkan oleh perubahan-perubahan sel, fisiologis, dan psikologis. Sementara ada beberapa orang dewasa yang mengalami penurunan fungsi organ dan aktivitas metabolisme, ada juga sejumlah yang lain yang tidak mengalami penurunan keadaan fungsional selama penuaan. Kekhasan ini menyebabkan timbulnya pembedaan antara penuaan yang "berhasil" dan yang "biasa" yang mencerminkan patologi yang lebih sering dikaitkan dengan kebiasaan hidup yang jelek, antara lain pola menu makanan yang tidak sehat, merokok, gemar minum, jarang olahraga, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan stres lainnya, daripada dengan penuaan itu sendiri. Sedangkan penuaan pada kulit merupakan proses dimana produksi kolagen menurun seiring dengan bertambahnya usia, sehingga berdampak pada meningkatnya proses “kulit kering” serta pengurangan sifat elastisitasnya. Lapisan dermis inilah yang bertanggung jawab akan sifat elastisitas dan kehalusan kulit (skin smoothness) yang merupakan kunci utama untuk disebut “awet muda” serta memiliki kulit indah (beautiful skin).

Penuaan merupakan proses yang kompleks, yang mempengaruhi setiap molekul, sel, dan organ tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang paling mudah merefleksikan akibat dari proses penuaan tersebut. Seiring bertambahnya usia dan semakin banyak tubuh kita terpapar oleh lingkungan tempat kita hidup, maka semakin banyak proses biokimiawi yang menyebabkan perubahan pada kulit kita, selain tentu saja dipengaruhi oleh faktor genetik.
 

Penuaan yang terjadi di lapisan integumen yaitu kulit pada dasarnya terbagi atas 2 proses besar, yaitu penuaan kronologi (chronological aging) dan 'photo aging'. Penuaan kronologi ditunjukkan dari adanya perubahan struktur, dan fungsi serta metabolik kulit seiring berlanjutnya usia. Proses ini termasuk, kulit menjadi kering dan tipis; munculnya kerutan halus, adanya pigmentasi kulit (age spot). edangkan proses 'photo aging' adalah proses yang menyangkut berkurangnya kolagen serta serat elastin kulit akibat dari paparan sinar UV matahari. Paparan sinar sinar UV yang berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas yang terbentuk. Enzim ini selanjutnya memecahkan kolagen serta jaringan penghubung di bawah kulit dermis.
 
Sehingga dari pengetahuan kita mengenai fakta dan proses penuaan kulit yang merupakan penyebab penuaan dini, kita perlu melakukan tindakan yang tepat untuk menangani penuaan dini. Salah satu tindakan untuk menangani penuaan dini adalah memakai produk antiaging yang tepat.

Faktor - faktor yang memengaruhi penuaan, antara lain:






               
 Secara alami tubuh kita akan memburuk seiring bertambahnya usia tubuh. Dalam tahun-tahun berikutnya, banyak fungsi-fungsi penting mulai beroperasi pada tingkat yang tidak optimal. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi proses penuaan tubuh. Pertama, saat kita beranjak tua, jumlah kesalahan harian yang ditimbulkan oleh sel reproduksi meningkat. Tubuh menjadi membentuk sel baru namun sel bentukan baru itu tidak berfungsi bagi tubuh. Dan dengan semakin lanjut usia, prosentase sel tubuh yg tidak berguna ini menjadi lebih besar. Dalam kondisi tertentu(lebih buruk), kadang-kadang sel-sel tak berguna/tak berfungsi ini malah mengganggu proses seluler normal. Bagian kedua dari proses penuaan berkaitan dengan kerusakan sel yang menyebabkan pemendekan DNA.

Proses yang disebut apoptosis akhirnya memicu sebuah atau kematian sel terprogram. Dengan berjalannya waktu, peningkatan kerusakan DNA yang sehat menyebabkan kematian sel dipercepat, dan tubuh tua kita tidak bisa menghasilkan sel-sel cukup cepat untuk mengganti kerugian. Proses ini paling terlihat dan jelas di kulit kita, kulit tua kita menjadi lebih tipis. Bagian ketiga dari proses penuaanadalah melibatkan penurunan alami fungsi/kualitas enzim oksidatif dalam tubuh kita seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation perxoidase, hal ini membuat pertahanan antioksidan kita kurang efisien dengan bertambanya usia.

Tentunya dengan mengatasi penyebab, yaitu faktor-faktor yang telah disebutkan di atas seperti menghindari paparan sinar matahari yang kronis ( bahkan harus dikurangi sejak masa anak-anak), tidak merokok, menghindari mengernyitkan wajah secara berlebihan dan bila harus sering terkena AC maka pelembab harus secara rutin dipakai.
 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007.Penuaan. http://www.kesrepro.info/?q=node/8
Anonim.2009. Faktor Penyebab dan Tips Mencegah Penuaan Dini.http://www.smallcrab.com/kulit/636-penuaan-dini.
Anonim.2010. Kulit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kulit.
Anonim.2010.Proses Penuaan. http://nagasundani.blogsome.com/2005/03/09/proses-penuaan/
Anonim.2010.Proses Penuaan Pada Kulit dan Tubuh Kita.http://www.kulitkucantik.com/tips/artikel.php?id=29&judul=proses_penuaan_pada_kulit_dan_tubuh_kita
Anonim.2010.Mengenal Kulit dan Penuaan Dini. http://www.medicastore.com/ser-c/penuaan_dini.htm
Pamela, R. 2008. Stress Oksidatif Memicu Penuaan Dini. http://www.ruripamela.com/2008/11/penuaan-merupakan-proses-yang-kompleks.html






9.9.12

Ekologi Tumbuhan

Ilmu vegetasi dan ekologi tumbuhan

Secara mudahnya vegetasi didefinisikan sebagai ‘sekelompok tumbuhan yang hadir atau berada secara bersama-sama’ atau ‘pertumbuhan tumbuhan secara massal’. Namun bagi para ahli di bidang ilmu vegetasi dan ekologi tumbuhan, definisi tersebut dianggap kurang memadai. Hal ini dikarenakan vegetasi tidak hanya menyangkut kehadiran atau pertumbuhan tumbuhan semata, tetapi banyak hal-hal teknis dan nomenklatur yang terkait. Hal teknis tersebut biasanya bersifat matematik yang terkait dengan perencanaan survai lapangan, pengumpulan data, dan analisis data.

Masalah teknis dalam mempelajari vegetasi merupakan hal yang sangat penting mengingat tujuan utamanya adalah mengungkap “misteri” dibalik hijaunya suatu vegetasi. Berbagai aspek teknis ini merupakan bagian dari ekologi tumbuhan kuantitatif yang merupakan cabang dari ekologi dan biogeografi. Ekologi tumbuhan kuantitatif berkaitan erat dengan disiplin ilmu yang mempelajari vegetasi secara lebih luas, yaitu ilmu vegetasi. Ilmu ini tidak hanya mempelajari deskripsi dan analisis vegetasi, tetapi juga mengenai biologi populasi, strategi spesies, ekologi produksi, dan dinamika vegetasi (proses suksesi tumbuhan dan perubahan vegetasi).

Meskipun dikatakan bahwa ekologi tumbuhan kuantitatif sangat erat kaitannya dengan pendekatan yang bersifat matematik, namun deskripsi dan analisisnya harus mengutamakan makna ekologi daripada pembahasan yang sekedar matematik saja. Makna seperti ini dapat dilakukan apabila vegetasi dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem. Disamping itu, pengungkapan berbagai aspek yang dimiliki oleh suatu vegetasi dilakukan dalam konteks perannya di dalam ekosistem.

Vegetasi dibangun secara hierarki oleh sekumpulan individu tumbuhan. Setiap individu penyusun dikelompokkan berdasarkan sistim identifikasi dan nomenklatur yang berlaku dalam bidang taksonomi. Jadi individu tumbuhan yang menunjukkan karakteristik serupa dikelompokkan menjadi populasi dari suatu spesies. Selanjutnya, dalam luasan yang bervariasi (dari hanya beberapa m2 sampai dengan ratusan km2) pengelompokan tumbuhan oleh sejumlah spesies yang berbeda membentuk suatu komunitas tumbuhan. Dalam komunitas tumbuhan ini, hadir tidaknya suatu spesies merupakan salah satu pokok bahasan penting selain masalah kelimpahan dari suatu spesies.

Sedikitnya terdapat tiga alasan mengapa vegetasi sangat penting dalam konteks ekologi:
1.    Di banyak tempat di dunia, kecuali di padang pasir dan daerah kutub, vegetasi merupakan penampakan yang paling mencolok dan merupakan representasi secara fisik dari suatu ekosistem. Disadari atau tidak, pada saat ahli ekologi mendeskripsikan suatu ekosistem maka yang diungkap adalah tentang karakteristik suatu vegetasi di suatu tempat.

2.    Vegetasi pada umumnya merupakan hasil dari produksi primer, dalam hal ini energi matahari diubah melalui proses fotosintesis menjadi jaringan tumbuhan hijau. Produksi primer netto yang merupakan banyaknya (jumlah) jaringan tumbuhan hijau yang terakumulasi dalam suatu luasan tertentu dalam periode tertentu pula merupakan dasar (basis) dari piramida trofik. Organisme lain dalam jaring-jaring makanan yang bertindak sebagai pemakan dan pengurai tumbuhan sangat bergantung pada keberadaan tumbuhan ini sebagai bahan makanannya.

3.    Vegetasi merupakan habitat bagi mahluk hidup yang tinggal, tumbuh, berkembang dan mati di ekosistem daratan.

Apa yang dipelajari dan mengapa mempelajari vegetasi?

Para ahli ekologi tumbuhan mencoba untuk mengungkapkan tatanan yang ada pada vegetasi. Seperti halnya ahli biologi, kimia dan fisika mendalami bidang mereka sampai tingkat DNA, ikatan hidrogen, dan partikel-partikel subatomik, para ahli ekologi tumbuhanpun mempelajari vegetasi sampai tingkatan yang paling bawah. Nampaknya telah menjadi fitrah manusia untuk selalu ingin mengetahui suatu cerita secara lengkap, mengungkapkan masa lalu, dan memprediksi masa depan. Faktor apakah yang menghubungkan jenis-jenis tumbuhan antara satu dengan lainnya dan juga dengan lingkungannya? Seberapa jauh kelenturan hubungan tersebut, dan bagaimanakah jaringan hubungan tersebut? Bagaimanakah tumbuhan mengatasi masalah penyebaran, germinasi pada tempat yang cocok, kompetisi, dan cara memperoleh energi serta nutrisi? Bagaimanakah mereka sanggup mengatasi kondisi yang tidak menguntungkan seperti kebakaran, banjir dan badai.

Apa yang dapat diungkapkan oleh tumbuhan kepada kita melalui kehadiran mereka, ketahanan, ataupun kelimpahan habitatnya di masa silam, sekarang, dan masa depan. Dapatkah tumbuhan digunakan sebagai alat ilmiah untuk menganalisis seluk beluk lingkungan atau untuk menguji hipotesis mengenai evolusi?dan berapa banyak ternak yang dapat ditopang? Apabila lapisan atas dari tanah hilang karena kegiatan pertambangan, tumbuhan apakah yang harus diintroduksi untuk menstabilkan bentang alam yang telah berubah? Apabila semak belukar disemprot, dibakar dan ditanami kembali sebagai padang rumput, apakah yang akan terjadi dengan kualitas daerah aliran sungai, tingkat nutrisi tanah, dan tingkat 'siltation' disekitar bendungan? Berapa lamakah masa endap dari pestisida dalam tanah dan bagaimanakah dampak sampingannya terhadap organisma bukan target? Berapa banyak penjelajah alam yang dapat menggunakan jalan setapak agar tidak sampai mengubah vegetasi di sekitarnya? Dalam kebakaran atau banjir apakah bencana alam harus terulang dengan frekuensi tertentu untuk menjaga tipe vegetasi tertentu, bagaimanakah kita dapat memadukan bencana yang teratur tersebut ke dalam rencana pengelolaan suaka alam?

Semua pertanyaan di atas, dan banyak lagi, merupakan fokus penelitian para ekolog tumbuhan. Beberapa peneliti lebih tertarik untuk menghasilkan informasi dasar yang berkaitan dengan deskripsi vegetasi atau biologi dari komponen jenis. Peneliti lainnya cenderung untuk menerapkan informasi dasar dalam masalah pengelolaan alam. Ahli ekologi tumbuhan terapan dapat pula disebut sebagai pengelola suaka alam, ahli kehutanan, ataupun ahli agronomi, akan tetapi mereka semuanya adalah pakar ekologi tumbuhan dan mereka semua berbagi kesukaan yang sama dalam mengungkapkan bagaimanakah tumbuhan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tujuan mereka sangat dekat dengan definisi formal dari ekologi: ilmu yang mempelajari tentang mahluk hidup dalam hubungannya dengan lingkungan.

Vegetasi sangat penting untuk dipelajari karena alasan yang mendasar dan praktis. Beberapa contoh pemanfaatan deskripsi vegetasi adalah dalam rangka mengenali dan mendeskripsikan karakteristik masing-masing vegetasi sehingga dapat dibedakan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Hal ini dipelajari dalam bidang fitososiologi. Disamping itu, deskripsi vegetasi diperlukan dalam pemetaan vegetasi (dan tipe-tipe komunitas yang membentuknya).

Distribusi spesies tumbuhan yang menyusun suatu tipe vegetasi dalam hubungannya dengan berbagai faktor lingkungan sangat penting untuk mengetahui karakteristik dari spesies dan vegetasi ybs. Mempelajari vegetasi dalam konteks habitat berbagai satwa liar merupakan isu yang dewasa ini semakin penting. Vegetasi juga perlu dipelajari dari segi dinamikanya dengan menggunakan konsep suksesi dan klimaks (puncak).

Informasi mengenai vegetasi diperlukan untuk membantu dalam mengatasi masalah ekologi, khususnya:
1.    Untuk tujuan manajemen dan konservasi biologi
2.    Sebagai masukan dalam analisis dampak lingkungan
3.    Untuk memantau praktik pengelolaan lingkungan atau memberikan landasan dalam memprakirakan 
       perubahan yang mungkin terjadi akibat suatu praktik pengelolaan

Mempelajari vegetasi dapat dilakukan untuk tujuan akademik dan praktis (terapan). Dari segi akademik, studi vegetasi cenderung ditujukan untuk memenuhi keingintahuan para ahli di bidang ilmu vegetasi. Namun dewasa ini kebutuhan untuk tujuan terapan semakin dirasakan mengingat permasalahan lingkungan hidup yang semakin serius.

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme dari Lingkungan

Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Di dalam laboratorium populasi bakteri ini dapat diisolasi menjadi kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat dan kemampuan biokimiawinya. Sehingga diharapkan dapat diidentifikasi dengan mudah, cepat, dan tepat (Galung, 2009).

Penelitian mengenai mikroorganisme dalam berbagai habitat ini memerlukan teknik untuk memisahkan populasi campuran yang rumit, atau yang biasanya dikenal dengan istilah biakan campuran, menjadi spesies yang berbeda- beda yang dikenal dengan istilah biakan murni. Biakan murni tersebut terdiri dari satu populasi sel yang semuanya berasal dari satu sel induk (Pelczar, 1986).

Mikroorganisme dapat diperoleh dari lingkungan air, tanah, udara, suubstrat yang berupa bahan pangan, tanaman dan hewan. Jenis mikroorganismenya dapat berupa bakteri, khamir, kapang dan sebagainya. Populasi dari mikroba yang ada di lingkungan ini sangatlah beraneka ragam sehinga dalam mengisolasi diperlukan beberapa tahap penanaman sehingga berhasil diperoleh koloni yang tunggal. Koloni yang tunggal ini kemudian yang akan diperbanyak untuk suatu tujuan penelitian misalnya untuk menngisolasi DNA mikroba yang dapat mendeteksi mikroba yang telah resisten terhadap suatu antibiotik. Atau untuk mengetahui mikroba yang dipakai untuk bioremediasi holokarbon (Ferdiaz, 1992).

Pemindahan bakteri dari medium lama ke medium yang baru atau yang dikenal dengan istilah inokulasi bakteri ini memerluakn banyak ketelitian. Terlebih dahulu kita harus mengusahakan agar semua alat- alat yang akan digunakan untuk pengerjaan medium dan pengerjaan inokulasi benar- benar steril. Hal ini untuk menghindari terjadinya kkontaminasi, yaitu masuknya mikrooba lain yang tidak diinginkan sehingga biakan yang tumbuh di dalam medium adalah benar- benar biakan murni (Dwidjoseputro, 1990).

Di dalam keadaaan yang sebenarnya dapat dikatakan bahwa tidak ada bakteri yang hidup secara tersendiri terlepas dari spesies yang lainnya. Kerap kali bakteri patogen kedapatan bersama- sama dengan bakteri saprob. Untuk menyendirikan suatu spesies dikenal beberapa cara, yaitu (Dwidjoseputro, 1990):

1. Dengan pengenceran
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Ia berhasil memelihara Streptococcus lactis dalampiraan murni yang diisolasi dari sampel susu yang sudah masam. Suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran bermacam- macam spesies diencerkan dalam suatu tabung yang tersendiri. Dari hasil pengenceran ini kemudian di ambil kira- kira 1 mL untuk diencerkan lebih lanjut. Jika dari pengenceran yang ketiga ini diambil 0,1 mL untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar kita akan mendapatkan beberapa koloni yang akan tumbuh dalam mdium tersebut, akan tetapi mungkin juga kita hanya akan memperoleh satu koloni saja. Dalam hal yang demikian ini dapat kita jadikan biakan murni. Jika kita belum yakin, Bahwa koloni tunggal yang kita peroleh tersebut merupakan koloni yang murni, maka kita dapat mengulang pengenceran dengan menggunakan koloni ini sebagai sampel.

2. Dengan penuangan
Robert Koch (1843- 1905) mempunyai metode yang lain, yaitu dengan mengambil sedikti sampel campuran bakteri yang mudah diencerkan, dan sampel ini kemudian di sebar di dalam suatu medium yang terbuat dari kaldu dan gelatin encer. Dengan demikian dia memperoleh suatu piaraan adukan. Setelah medium tersebut mengental maka selang beberapa jam kemudian nampaklah koloni- koloni yang masing- masing dapat dianggap murni. Dengan mengulang pekerjaan di atas, maka akhirnya akan diperoleh piaraan murni yang lebih terjamin.
-> Teknik Pengambilan Sampel
Sebelum melakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel. Berikut merupakan prosedur pengambilan sampel.

1. Sampel tanah
Jika mikroorganisme yang diinginkan kemungkinan berada di dalam tanah, maka cara pengambilannya disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan. Misal jika yang diinginkan mikroorganisma rhizosfer maka sampel diambil dari sekitar perakaran dekat permukaan hingga ujung perakaran. Untuk mikroba yang ada di permukaan tanah dapat dilakukan dengan cara mengambil tanah yang dimaksud, lalu disuspensikan (dicampurkan dengan aquades/diencerkan), dan selanjutnya dilakukan metoda yang sama dengan MPN, atau dapat dengan teknik streak (gores) pada agar datar.

2. Sampel air
Pengambilan sampel air bergantung kepada keadaan air itu sendiri. Jika berasal dari air sungai yang mengalir maka botol dicelupkan miring dengan bibir botol melawan arus air. Bila pengambilan sampel dilakukan pada air yang tenang, botol dapat dicelupkan dengan tali, jika ingin mengambil sampel dari air keran maka sebelumya keran dialirkan dulu beberapa saat dan mulut kran dibakar.

Daftar Pustaka
Dwidjoseputro, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ferdiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Galung, Firman Santhy. 2009. http://www.firmangalung07.blogspot.com/Teknik Isolasi Mikroorganisme. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010. Jatinangor.

Pelczar, Michael J. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia. Jakarta.

10.8.12

Be Beautiful in Every Moment with the Kosher Cosmetics





Wanita terlahir cantik di dunia ini, namun kecantikan setiap wanita berbeda – beda dan terkadang itulah yang menjadikan wanita tidak pernah merasa puas dengan kecantikan lahiriah yang dimiliki. Penilaian kecantikan yang ideal bagi wanita selalu berbeda dari masa ke masa. Hal ini pun tidak luput dari pengaruh budaya barat maupun budaya Korea yang saat ini semakin besar pengaruhnya terhadap wanita – wanita Indonesia terutama para remaja yang sedang beranjak dewasa. 

Di Negara Paman Sam, wanita cantik haruslah berambut pirang (blonde) dan berkulit putih. Sedangkan di Negara Korea dan Jepang, mata yang besar, hidung yang mancung serta kulit wajah yang putih halus dan cantik merupakan patokan. Operasi plastik untuk memperbaiki bentuk hidung dan bentuk mata menjadi sesuatu yang umum di kota-kota besar Korea dan Jepang. Namun standar kecantikan ideal yang menjadi acuan bersama seluruh wanita di dunia, tanpa dihalangi letak geogarfis dan sosial budaya tetap saja berpusat pada standar kecantikan barat.

Bagi wanita Indonesia, untuk mencapai standar kecantikan ideal tersebut tentu saja merupakan perjuangan yang sangat berat. Kulit perempuan Indonesia cenderung gelap, hidung tidak terlalu mancung, rambut tidak pirang dan tubuh pun tidaklah tinggi. Padahal, perempuan Indonesia tidaklah kurang cantiknya. Sudah banyak kisah - kisah mengenai wanita cantik asal Indonesia. Sebut saja Ken Dedes dan Dayang Sumbi adalah salah satu legenda perempuan cantik yang paling kondang di Indonesia pada zamannya. Selain itu, banyaknya suku-suku di Indonesia melahirkan ciri khas kecantikannya sendiri (Kusuma, 2011).

Untuk mendapatkan kulit yang putih, banyak wanita Indonesia yang berpikir instan dan tergoda untuk menggunakan kosmetik – kosmetik yang mampu menjadikan kulit menjadi putih dan halus hanya dalam beberapa minggu tanpa memikirkan kandungan bahan – bahan yang terkandung dalam kosmetik tersebut. Selain terobsesi untuk menjadi putih dengan waktu yang relatif singkat, ketidaktahuan nama-nama bahan kimia yang aman dan bahaya pada kosmetik pun menjadi  penyebab pesatnya produk – produk kosmetik yang  berbahaya beredar secara luas dan menjadi best seller di pasaran.

Kosmetik sebagai produk dalam memelihara kecantikan semakin berkembang seiring dengan perkembangan ilmu bioteknologi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Tahun 1976, kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud membersihkan, memelihara, menambah daya tarik dan mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat.  Zat tersebut tidak boleh mengganggu kulit dan kesehatan tubuh secara keseluruhan (Utay, 2012).

Penggunaan kosmetik sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi wanita di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kosmetik dapat merawat dan menutupi cacat fisik pada wajah dan tubuh seseorang apabila penggunaannya benar dan kandungan di dalamnya aman. Tetapi jika kandungan bahan kosmetik tersebut tidak aman maka kesehatan kita yang akan menjadi taruhannya. Oleh karena itu, sebaiknya pengguna kosmetik wajib mengetahui bahan-bahan apa saja yang sudah dilarang penggunaanya dalam kosmetik dan bagaimana mengenali kosmetik yang aman untuk digunakan.

Informasi dari beberapa blog dan media informasi lainnya melaporkan bahwa BPOM dalam Public Warningnya mengeluarkan beberapa bahan berbahaya dalam kosmetik yang beredar di Indonesia setelah melakukan pengawasan, sampling dan pengujian laboratorium terhadap bahan tersebut dipasaran. Bahan Berbahaya dalam Kosmetik tersebut antara lain : Merkuri, Hidrokinon, Asam Retinoat, Zat Warna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 (Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075). Pada tahun 2009 sampai 2012, ada sedikitnya 70 produk kosmetik yang menggunakan bahan – bahan berbahaya bagi kesehatan (Mahmudah, 2011).

Fenomena ini harus menjadi perhatian bagi seluruh wanita muslimah di Indonesia, karena seperti kita tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak. Memang, kecantikan adalah anugerah Allah SWT yang harus kita pelihara dan Allah pun menyukai itu. Namun bagi muslimah, merawat dan memelihara kecantikan bukan berarti harus menghalalkan segala cara.

Batasan haram yang harus diwaspadai terutama pada sumber bahan dasar pembuatan kosmetik tersebut, bisa jadi berasal dari hewan atau bagian organ manusia. Jika bahan dasarnya berasal dari babi atau bagian organ manusia, maka jelas produk tersebut dinyatakan haram. Seperti tercantum pada Qur’an surat Al-Baqarah ayat 173 :

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya 
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. 

dan Fatwa MUI No.2/MunasVI/MUI/2000, tanggal 30 Juli 2000 tentang pengggunaan organ tubuh, ari-ari dan air seni bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetik adalah haram.

Seiring berjalannya waktu, munculah isu mengenai kosmetik halal di Indonesia dari beberapa blog yang semakin hari semakin berkembang. Konsumen Muslim saat ini semakin sadar bahwa beberapa kosmetik mengandung bahan yang berasal dari hewan yang dinyatakan haram. Selain bahan baku yang digunakan, proses quality control, peralatan, bangunan dan personil yang terlibat dalam penyusunan produk juga mempengaruhi kualitas dan status halal dari kosmetik. Banyak penelitian menyebutkan bahwa tingkat kesadaran mengenai produk kosmetik halal memang masih rendah, tapi cenderung meningkat pesat. Masalah ketersediaan produk halal disebabkan oleh terbatasnya akses bahan baku yang memenuhi standar halal, dan pedoman atau panduan yang bisa memastikan status kehalalan bahan baku tersebut. Oleh sebab itu, usaha sertifikasi halal yang dilakukan oleh MUI semakin mempermudah konsumen muslim di Indonesia dalam memilih produk kosmetik yang telah dijamin kehalalannya oleh MUI.


Seperti halnya makanan dan obat, sertifikasi ini dikeluarkan oleh LPOM (Lembaga Pengawas Obat dan Makanan) MUI. Namun, karena belum meluasnya kesadaran dan kebutuhan konsumen akan kosmetik yang terjamin halal, tidak semua produk kosmetik yang beredar di Indonesia merasa perlu untuk mendaftarkan sertifikasi ini. Kekhawatiran konsumen mengenai kosmetik masih sebatas bahan-bahan yang berbahaya, seperti merkuri, atau bahan berbahaya lainnya. Oleh sebab itu, kita sebagai konsumen yang harus lebih aktif untuk mencermati daftar komposisi produk kosmetik yang beredar di pasaran (Ketupatkartini, 2012).

Kehadiran salah satu kosmetik halal bermerk WARDAH di Indonesia yang telah bersertifikasi MUI semakin mempermudah wanita baik muslim maupun non-muslim untuk tampil cantik tanpa harus khawatir terhadap efek samping yang ditimbulkan oleh kosmetik ini. Karena kosmetik WARDAH teruji menggunakan bahan – bahan alami yang aman bagi tubuh dan halal secara Islam. Kosmetik WARDAH pun menjadikan upaya untuk mempercantik diri  dengan kosmetik halal menjadi sesuatu yang mungkin dan tidak sulit lagi karena menjadi  cantik itu mudah dan halal.




Referensi Blog :
Fristanti, Ririn. 2012. Bahaya Pemutih dan Kosmetik Palsu. http://ririnfristanti.blogspot.com/2012/06/bahaya-pemutih-dan-kosmetik-palsu.html.
Ketupatkartini. 2012. Bagaimana Memilih Kosmetik Halal. http://fashionesedaily.com/blog/2012/05/01/bagaimana-memilih-kosmetik-halal/.
Kusuma, Anjani. 2011. Perempuan – perempuan Cantik Indonesia. http://sosok.kompasiana.com/2011/08/25/perempuan-perempuan-cantik-indonesia/.
Mahmudah, Lailiyatul. 2011. Kosmetik Berbahaya. http://www.putraindonesiamalang.or.id/1344.html.
Utay. 2012. Kosmetik Halal: Suatu Tuntutan?. http://blogs.unpad.ac.id/muchtaridi/2012/07/12/kosmetika-halal-suatu-tuntutan/.

4.8.12

INTERFERON SEBAGAI TERAPI HEPATITIS B KRONIS

Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Pertanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya nekrosis pada sel-sel hati.

Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E (VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B dan C.

Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel sistem imun tubuh sebagai respon terhadap adanya virus, bakteri, parasit, atau sel kanker. Ada tiga jenis interferon yang memiliki efek antivirus. Ketiganya adalah interferon alfa, beta dan gamma. Efek antivirus yang paling baik diberikan oleh interferon alfa. Interferon alfa bekerja hampir pada setiap tahapan replikasi virus dalam sel inang. Namun, seringkali proses pembentukan interferon alami dalam tubuh berjalan lambat, atau kalah cepat dibandingkan dengan replikasi virus. Oleh karena itu banyak peneliti bioteknologi yang berusaha mengembangkan interferon secara in vitro (di luar tubuh). Kedua hasil interferon mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam menjalankan fungsinya menghambat pembetukan virus dalam tubuh.

Sekarang ini penggunaan interferon dalam dunia kedokteran diharapkan dapat menurangi infeksi penyakit yang diakibatkan oleh virus. Interferon sudah pernah diujicobakan untuk virus influenza, dan mendapatkan hasil yang memuaskan.Sekarang perlu diuji coba pada virus VHB yang mengakibatkan penyakin hepatitis B pada manusia.

Rekayasa genetika untuk produksi interferon dilakukan dengan menyisipkan gen dari sel yang diserang virus ke dalam plasmid E.coli. Interferon adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel-sel yang diserang virus. Interferon dibentuk segera setelah terjadi infeksi dan prosesnya lebih cepat daripada pembentukan antibodi. Interferon tidak spesifik, tetapi efektif untuk melawan infeksi virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengobati penyakit kanker kulit, kerusakan pada sistem kekebalan, dan mengobati beberapa bentuk leukemia.

Lewat rekayasa genetika, interferon bisa diproduksi dan dicobakan mengatasi berbagai penyakit virus dari influensa, penolakan tubuh pada transplantasi, sampai kanker. Akhir Maret lalu, kantor berita Gamma Prancis, menyiarkan data baru tentang interferon hasil percobaan Prof. Michel Boiron, seorang hematolog kawakan dari rumah sakit Saint-Louis, Paris. Boiron berhasil mencobakan interferon alfa untuk mengatasi kanker darah leukemia tricholeucocyte sejenis leukemia yang jarang. Dari 35 kasus yang ditanganinya dalam percobaan, 34 menunjukkan hasil yang meyakinkan. Lewat suntikan-suntikan interferon alfa, tricholeucocyte bisa dipulihkan sampai jumlahnya normal. "Kita tinggal menunggu lima tahun lagi untuk memastikan apakah interferon alfa bisa disahkan sebagai penyembuh leukemia tricholeucocyte," ujar Boiron. Memang kesembuhan kanker ditentukan setelah "masa perjuangan lima tahun" atau Five Year Survival. Yang berhasil melalui masa itu bisa dikatakan sembuh. Boiron mengemukakan, bila kesembuhan ini sudah bisa dipastikan, maka dapat pula dikatakan bahwa inilah pertama kalinya kanker disembuhkan tanpa menyerang selsel yang sakit, melainkan dengan membangkitkan sistem pertahanan tubuh. Interferon memang bukan obat kanker seperti sitostatika yang menyerang langsung sel-sel kanker. Keadaan ini, menurut Boiron, menunjukkan bahwa percobaan interferon sudah memasuki percobaan gabungan: percobaan laboratorium dan klinis. Dari sini sudah mulai bisa direka dosis suntikan yang perlu diberikan. Walaupun interferon menurut khayalan Dan Barry adalah obat suntik, substansi itu seperti yang dikatakan Boiron adalah bagian pertahanan tubuh yang terdapat pada sel diproduksi sendiri oleh tubuh. Ketika pada awalnya menemukan, Alick Isaacs dan Jean Lindenmann menyebutkan interferon sebagai substansi yang mampu melindungi sel dari serangan berbagai virus.

Dalam penelitian-penelitian selanjutnya, diketahui, interferon adalah sejenis protein, atau lebih tepatnya memproduksi protein. Protein inilah yang mempunyai sifat antivirus. Sifat antivirus ini ternyata sangat khas. Tidak hanya memblokir pembelahan sel yang terserang virus, tapi juga membangun sistem pertahanan tubuh. Ketika kekhasan ini diteliti lebih jauh, hasilnya menghidangkan sebuah kenyataan yang sangat menakjubkan. Interferon ternyata lebih sesuai dikatakan "kurir" yang dikirimkan sel-sel yang sakit kepada sel-sel sehat untuk memberitakan adanya serangan virus, dan "menyarankan" agar pertahanan dibangun sedini mungkin untuk menghadapi serangan. Misalnya sebuah sel diserang virus. Para penyerang - yang berupa virus-virus itu segera menduduki inti sel dan segera pula menjadikannya "pabrik" reproduksi untuk memperbanyak diri. Inti sel yang sudah diduduki ini akan berbahaya bagi sel-sel lain karena menembakkan virus-virus ke sel-sel lainnya. Begitulah penyakit merambat. Akan tetapi, inti sel yang terserang itu ternyata punya juga pertahanan rahasia. Begitu diduduki, inti sel ini memproduksi interferon, dan merambatkannya ke sel-sel lain - di sekitar sel yang terserang. Sel-sel tetangga yang kedatangan interferon segera memproduksi sejenis protein dan siap menanti serangan. Ketika serangan datang, protein yang disiapkan menggagalkan pendudukan virus dengan jalan memblokir pembelahan inti sel, dan bila perlu memproduksi lagi interferon untuk dikirimkan ke sel tetangga yang lain. Sistem pertahanan interferon serupa itu sangat menarik para ilmuwan. Masalahnya karena substansi alamiah, yang diproduksi tubuh ini, selain ampuh bagi penyembuhan juga tidak menimbulkan dampak samping. Karena itu, menjelang tahun 1980-an, para peneliti memburu kemungkinan memproduksi interferon - mula-mula untuk penelitian, kalau bisa tentunya sebagai obat.

Di laboratorium, interferon memang bisa dibuat. Tapi, selain rumit, juga mahal. Dari ekstraksi 1 ons darah putih bisa didapat hanya sepersejuta ons interferon - biayanya US$ 1.500 (Rp 1,5 juta lebih). Namun, usaha memproduksi inferferon tak berhenti sampai di situ. Dengan bantuan rekayasa genetika, lewat laboratorium yang semacam pabrik, interferon bisa diproduksi lebih banyak, walaupun dengan biaya yang sama mahalnya. Caranya menggunakan teknologi mikro yang sangat menakjubkan, dengan bantuan sejenis bakteri dinamakan bakteri E. Coli - yang memiliki sebuah khromoson, dan beberapa plasma sel. Plasma sel bakteri dilepaskan dari selnya.

Sementara itu, materi genetika pada DNA dalam sel yang memerintahkan pembuatan interferon dilepaskan pula dari sel-sel darah putih. Kedua benda mikro ini, plasma sel dan "cikal interferon", kemudian disambungkan. Setelah penyambungan, gabungan gen ini dipasangkan kembali ke bakteri bakteri E. Coli itulah. Produksi pun berlangsung: bakteri membelah diri (memperbanyak) dan koloni bakteri yang terjadi punmengandung interferon. Inilah bahan obat suntik - yang harganya sekitar 250 juta rupiah sebotol. Hasil penelitian menunjukkan, interferon hasil laboratorium ternyata lebih murni daripada interferon yang dihasilkan oleh tubuh sendiri - struktur molekulnya agak berbeda. Akibatnya, interferon bikinan ini diperhitungkan lebih potensial. Di sini terletak jawaban, mengapa interferon tubuh tidak selalu bisa mengatasi penyakit. Interferon bikinan diharapkan bisa. Mengatasi kanker, misalnya. Dan, Prof. Michel Boiron mulai menemukan tanda-tanda itu.

Beberapa agen saat ini disetujui untuk pengobatan kronis hepatitis B: interferon (IFN) alfa-2b, pegylated interferon (PEG IFN) alfa-2a, lamivudine, adefovir, entecavir, dan telbivudine. IFN efektif pada sebagian kecil .pasien dan memiliki frekuensi efek samping yang batasnya tolerabilitas percobaan terkontrol telah menunjukkan kemanjuran PEG IFN dalam mengobati hepatitis B kronis. Kemanjuran lamivudine dibatasi oleh munculnya resistan terhadap obat hepatitis B (HBV) mutan, membatasi kegunaannya sebagai terapi jangka panjang. Adefovir ditoleransi dan berhubungan dengan rendahnya perlawanan, namun efek antivirus tidak optimal  . Entecavir memiliki efek antivirus tinggi dan baik , namun jangka panjang efektivitas dan profil resistensi belum ditentukan. Lamivudine, adefovir, entecavir dan memiliki keunggulan pemberian oral dan profil keamanan yang sangat baik, tetapi mereka menginduksi kesinambungan dipertahankan setelah penarikan respon terapi pada hanya minoritas dari pasien, sehingga pada kebanyakan pasien pengobatan perlu diberikan tanpa batas. IFNs memiliki dua mekanisme aksi: efek antivirus langsung dicapai dihambat sintesis DNA virus dan dengan mengaktifkan enzim antivirus, dan mekanisme kedua yang meningkatkan respon imun selular terhadap hepatosit yang terinfeksi dengan HBV. PEG IFN, diberikan selama 48 minggu, mencapai tingkat respons keseluruhan berkelanjutan sekitar 30%.

Aktivitas yang terjadi secara alami interferon alfa yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh. Interferon alfa bekerja di tiga cara: ia memiliki efek meningkatkan kekebalan tubuh untuk merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap virus, ia memiliki antivirus langsung dengan menghentikan virus dari membagi, mereproduksi dan melindungi sel yang tidak terinfeksi dari terinfeksi.
 
Pengobatan interferon alfa telah digunakan untuk mengobati beberapa jenis infeksi seperti hepatitis B kronis, hepatitis C kronis, kutil kelamin, leukemia, sarkoma Kaposi terkait AIDS dan melanoma. Sejak tahun 1991, FDA (Food and Drug Administration) telah menyetujui beberapa jenis interferon untuk pengobatan hepatitis B kronis, hepatitis C kronis ini meliputi interferon alfa-2b (Intron A), interferon alfa-2a (Roferon), konsensus interferon (Infergen), dan peginterferon. Saat ini, peginterferon dalam kombinasi dengan ribavirin adalah tulang punggung strategi antivirus yang digunakan untuk mengobati hepatitis C kronis.
 
 

Peran Mikroba dalam Pertunasan dan Perakaran

I.    Latar Belakang

Begitu banyaknya petani yang mengeluh di masa sekarang ini, karena berbagai macam persoalan, antara lain, produksi yang terus menurun, tanah tak lagi subur dan begitu mudahnya tanaman terserang hama dan penyakit. Cara umum pak tani mengatasi masalah tersebut biasanya dengan menambah dosis pupuk, dosis insektisida yang akhirnya berujung pada meningkatnya biaya usaha tani.Mikroba memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.  Tanpa kehadiran mereka, dunia penuh dengan limbah.  Berkembangnya ilmu pengetahuan telah membuka wawasan bahwa ternyata peran mikroba tidak hanya mampu merombak limbah menjadi mineral yang dibutuhkan oleh tanaman, tetapi masih banyak peran lainnya (Radit, 2010)

Mikroba yang memiliki peran menguntungkan bagi manusia adalah mikroba pengurai, nitrifikasi, nitrogen, usus, dan penghasil antibiotik. Mikroba pengurai memiliki kemampuan merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.  Hasil perombakannya dapat dimanfaatkan oleh mahluk hidup lainnya. Mikroba nitrifikasi memiliki kemampuan untuk merombak senyawa amoniak menjadi nitrat yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.  Keberadaan senyawa amoniak dalam media budidaya dapat menimbulkan keracunan bagi ikan yang dibudidaya. Aktivitas mikroba nitrogen sangat bermanfaat bagi tanaman.  Mikroba ini mampu mengikat nitrogen langsung dari udara dan mengubahnya menjadi komponen yang dapat diserap oleh akar.  Mikroba ini hidup diantara akar tanaman. Mikroba usus hidup di saluran pencernaan.  Mikroba ini memiliki peran dalam membusukan sisa makanan di dalam usus.  Selain itu, mikroba ini juga memiliki kemampuan untuk menghasilkan vitamin B12 dan K yang memiliki peran pening dalam proses pembekuan darah. Mikroba penghasil antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Flaming.  Saat ini telah banyak mikroba yang diketahui memiliki kemampuan untuk memproduksi antibiotik.  Antibiotik merupakan senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan untuk mengatasi keberadaan mikroba patogen dan pembusuk (Zay, 2008).

II.    Peran Mikroba Dalam Membantu Perakaran dan Pertunasan

Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Sebagian besar unsur hara diserap dari dalam tanah, hanya sebagian kecil yaitu unsur C dan O diambil tanaman dari udara melalui stomata. Tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah umumnya dalam bentuk ion (NH4+, NO3-, H2PO4-, Ca2+, dll). Unsur hara tersebut dapat tersedia di sekitar akar tanaman melalui aliran massa, difusi dan intersepsi akar. Sistem perakaran sangat penting dalam penyerapan unsur hara karena sistem perakaran yang baik akan memperpendek jarak yang ditempuh unsur hara untuk mendekati akar tanaman.  Bagi tanaman yang sistem perakarannya kurang berkembang, peran akar dapat ditingkatkan dengan adanya interaksi simbiosis dengan Jamur mikoriza (Douds and Millner, 1999). Selain itu juga menurut Lugtenberg and Kravchenko (1999) mikroba tanah akan berkumpul di dekat perakaran tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan tudung akar sebagai sumber makanan mikroba tanah. Bila populasi mikroba di sekitar rhizosfir didominasi oleh mikroba yang menguntungkan tanaman, maka tanaman akan memperoleh manfaat yang besar dengan hadirnya mikroba tersebut.

Tujuan tersebut dapat tercapai hanya apabila kita menginokulasikan mikroba yang bermanfaat sebagai inokulan di sekitar perakaran tanaman. Sebagian besar penyebab kekurangan unsur hara didalam tanah adalah karena jumlah unsur hara (makro) sedikit atau dalam bentuk tidak tersedia yaitu diikat oleh mineral liat atau ion-ion yang terlarut dalam tanah.  Untuk meningkatkan kuantitas unsur hara makro terutama N dapat dilakukan dengan meningkatkan peran mikroba penambat N simbiotik dan non simbiotik. Ketersediaan P dapat ditingkatkan dengan menanfaatkan mikroba pelarut P, karena masalah pertama P adalah sebagian besar P dalam tanah dalam bentuk tidak dapat diambil tanaman atau dalam bentuk mineral anorganik yang sukar larut seperti C32HPO4. Jamur mikoriza dapat pula meningkatkan penyerapan sebagian besar unsur hara makro dan mikro terutama unsur hara immobil yaitu P dan Cu (Sharma, 2002).

Mikroba tanah juga menghasilkan metabolit yang mempunyai efek sebagai zat pengatur tumbuh. Bakteri Azotobacter selain dapat menambat N juga menghasilkan thiamin, riboflavin, nicotin indol acetic acid dan giberelin yang dapat mempercepat perkecambahan bila diaplikasikan pada benih dan merangsang regenerasi bulu-bulu akar sehingga penyerapan unsur hara melalui akar menjadi optimal. Metabolit mikroba yang bersifat antagonis bagi mikroba lainnya seperti antibiotik dapat pula dimanfaatkan untuk menekan mikroba patogen tular tanah disekitar perakaran tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mikroba tanah melakukan immobilisasi berbagai unsur hara sehingga dapat mengurangi hilangnya unsur hara melalui pencucian. Unsur hara yang diimobilisasi diubah sebagai massa sel mikroba dan akan kembali lagi tersedia untuk tanaman setelah terjadi mineralisasi yaitu apabila mikroba mati (Franser, 2010).

Adapun Mikroba yang berperan dalam pertunasan dan perakaran adalah sebagai berikut:

A.    Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas palustris, Rhodobacter sphaeroides)
Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mengubah bahan organik menjadi asam amino atau zat bioktif dengan bantuan sinar matahari. Bakteri ini adalah mikroorganisme mandiri dan swasembada. Bakteri ini membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat yang terbentuk anatara lain, asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan. Hasil metabolisme ini dapat langsung diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus bertambah (Anonim, 2011).

B.    Bakteri Asam Laktat ( Lactobacillus plantarum, Lactobacillus casei, Streptococcus lactis)
Bakteri asam laktat ( Lactobacillus spp. ) dapat mengakibatkan kemandulan ( sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan; meningkatkan percepatan perombakan bahan organik; menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang terus menerus ditanami (Anonim, 2011).

C.    Actinomycetes sebagai Antibiotik (Streptomyces albus, Streptomyces griseus)
Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik bersama-sama menongkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah (Anonim, 2011).

D.    Cendawan Antagonis ( Trichoderma basiana)
Keunggulan jamur Trichoderma sebagai agensia pengendali hayati dibandingkan dengan jenis fungisida kimia sintetik adalah selain mampu mengendalikan jamur patogen dalam tanah, ternyata juga dapat mendorong adanya fase revitalisasi tanaman. Revitalisasi ini terjadi karena adanya mekanisme interaksi antara tanaman dan agensia aktif dalam memacu hormone pertumbuhan tanaman.

E.    Yeast (Saccharomyces cerevisiae)
Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa-senyawa bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes.

Daftar Pustaka

Anonim. 2008. Bakteri Fotosintetik. http://hobiikan.blogspot.com/2008/08/lactobaccilus-bakteri-fotosintetik.html. Diakses 26 Maret 2011.
Anonim. 2011. Teknologi EM-4, Dimensi Baru Dalam Pertanian Modern. http://www. dyahkurnia.student.umm.ac.id/download-as.../student_blog_article_26.doc. Diakses 26 Maret 2011.
Franser. 2010. Peranan Mikroba Tanah Dalam Siklus Unsur Hara Dalam Tanah. http://franser88.blogspot.com/2010/10/peranan-mikroba-tanah-dalam-siklus.html. Diakses 26 Maret 2011.
Radit. 2010. Peranan Mikroba.  http://eafrianto.wordpress.com/2009/11/29/peranan-mikroba/. Diakses 26 Maret 2011.
Zay. 2008. Peranan Mikroba. http://panglima-zay.blogspot.com/2008/11/peranan-mikroba.html.  Diakses 26 Maret 2011.