26.10.13

PERAN HEAT SHOCK PROTEIN

“…highly reputable journal editors reject my manuscript about Heat Shock Protein (Hsp) in Drosophila, since they considered this new finding irrelevant to the scientific community…” dikutip dari Ferruccio Ritossa (penemu Hsp 53 tahun lalu)

Cerita sukses Ritossa F. et al., berawal dari keteledoran salah seorang staf peneliti di laboratorium Drosophila di Italy, pada awal tahun 60-an. Pada malam itu, peneliti ini melakukan suatu kesalahan dengan memasang suhu inkubator pemeliharaan Drosophila terlalu tinggi, sehingga ke-esokan harinya, kelenjar-kelenjar liur lalat buah ini ditemukan membengkak dan menunjukan perubahan kromosom didalamnya. Kesalahan ini-lah yang mengantarkan mereka menemukan suatu molekul yang sekarang kita kenal dengan sebutan Heat Shock Proteins (Hsp).


Heat Shock Proteins (Hsp), dikenal juga dengan sebutan stress proteins, adalah sekumpulan proteins dalam sel mahluk hidup yang dapat ditemui dalam semua fase perkembangan mahluk hidup tersebut. Mereka aktif bila dirangsang oleh berbagai macam bentuk stress, seperti oxidative-stress, panas, dingin, demam, inflamasi dan gangguan oksigenasi dalam sel. Dalam kondisi normal, Hsp juga banyak ditemukan dalam sel, dan mereka berperan sebagai ‘Chaperone’.

Chaperone sendiri berasal dari bahasa prancis yang secara harafiah berarti ‘Pengantar’, atau lebih mudahnya kita bisa sebut sebagai ‘Calo’. Bila diumpamakan, calo bis itu selalu menyuruh atau mengantar para penumpang untuk naik bis yang akan membawa penumpang tadi ketempat tujuannya, sementara itu si-calo ini tidak akan kemana-mana, dia akan tetap berada didaerah itu-itu saja. Nah seperti itulah fungsi Chaperone didalam tubuh kita. Hsp bertugas memastikan setiap protein dalam tubuh kita berada dalam bentuk yang seharusnya, ditempat yang seharusnya dan diwaktu yang seharusnya. Disamping itu Hsp juga menjadi pengawas untuk memastikan kematian sel, Hsp akan menentukan sel yang sudah rusak atau yang sudah tua untuk dihancurkan dalam proses kematian sel.

Secara garis besar, Hsp dikelompokan berdasarkan berat molekulnya (dalam satuan kiloDalton pada fraksi ditingkat protein): small-Hsp, Hsp40, Hsp60, Hsp70, Hsp90 dan Hsp100. Karena respon terhadap stress dan kematian sel merupakan mekanisme utama dalam tubuh, maka tidak mengherankan fungsi Hsp menjadi sangat penting.

PERAN HSP TERHADAP RESISTENSI INULIN??

Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan efek yang seharusnya terjadi pada keadaan normal, walaupun dengan menggun akan dosis yang sama. Resistensi insulin ini selalu mendahului suatu keadaan kelainan metabolik yang dis€but diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus merupakan suatu kerusakan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. 

Heat shock protein ditemukan berperan dalam resistensi insulin penyandang diabetes. Penelitian yang dilakukan Kurucz et al. menunjukkan ekspresi protein Hsp72 lebih rendah pada penyandang diabetes dibandingkan dengan orang sehat. Lebih lagi, terapi olahraga yang saat ini digunakan untuk pengelolaan diabetes selain meningkatkan sensitivitas insulin dengan meningkatkan translokasi GLUT4, ternyata juga terbukti meningkalkan produksi Hsp ketika olahraga dilakukan. Hal tersebut yang mendasari pemikiran bahwa Hsp memiliki peran penting dalam perbaikan resistensi insulin, yang pada akhirnya akan membantu dalam penerapan untuk pengelolaan diabetes melitus.

HUBUNGAN HSP DAN KANKER??

Hsp27 dan Hsp70: Nakajima M. et al., melakukan suatu study untuk mengetahui hubungan antara Hsp27, Hsp70, clinocopathologic dan prognosis pada pasien ESCC di Department of Surgery, Gunma University. Pada sel normal ekspresi Hsp27 dan Hsp70 tinggi dan pada sel kanker ekspresinya menurun atau hilang. Hsp27 dan Hsp70 memiliki hubungan terbalik dengan kedalaman invasi, staging dan memiliki hubungan positif dengan infiltrasi limphosit. Lebih jauh, penurunan ekspresi Hsp70 secara signifikan berhubungan dengan prognosis buruk pada pasien. Hal yang sama didapatkan pada ekspresi Hsp27, dimana pasien dengan Hsp27-negatif memiliki kecenrungan prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan Hsp27-positif. Baru-baru ini, Miyazaki T. et al., membuktikan bahwa dari sampel biopsi pasien ESCC, dapat diprediksi respon terhadap terapi chemo-radiasi dari ekspresi Hsp27 dan Hsp70. Pasien dengan Hsp27-negatif dan Hsp70-negatif akan memberikan respon yang sangat baik terhadap terapi chemo-radiasi pada 5-year survival rate-nya. Dari Multivariate analysis didapatkan bahwa Hsp27 adalah predictor yang paling bisa dipercaya untuk memprediksi keberhasilan terapi radiasi dan chemo-radiasi.

Sumber:
Faried A. (Tanpa Tahun). Heat Shock Proteins dan Kanker: Antara Harapan dan Tantangan.
Widjaja F.F., Santoso L.A., Sarwono W. 2009. Peran Heat Shock Proten dalam Resistensi Insulin. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 59(3):121-128.

29.8.13

EKOLOGI MIKROBA


Mikroorganisme sangat penting di dalam system penyehatan bahan pangan karena beberapa penyakit akibat konsusmi bahan pangan disebebakan oleh jenis mikroorganisme tertent. Mikroba ada dimana-mana seperti : udara, air, makanan, tanah, manusia (usus, kulit, hidung), permukaan suatu benda atau bahan pangan. Dengan pembelahan yang cepat mikrooragnisme berkembang biak dengan cepat dan kadang-kadang menghasilkan toksin. Dengan ukuran dan massa yang kecil mikrooragnisme dapat berpindah dengan mudah. Organisma tertentu dapat diasosiasikan dengan tempat yang menyokong perkembangbiakannya. Sebagai contoh, organisma yang dapat bertahan pada suhu tinggi dapat ditemukan di sumber air panas, dimana sebetulnya mikroorganisma tidak dapat hidup di dalamnya. Beberapa diantaranya juga dapat tumbuh pada suhu rendah.Secara ekologis, mikroorganisme dalam bahan pangan adalah sebuah system yang sangat komplek dimana terjadi interaksi anatr mikroorganisme dnegan matrik bahan poangan dan antar mikroorganisme (quorum sensing), di mana setiap mikroorganisme mempunyai suatu fungsi ekologis. Oleh karena itu, mikroorganisme dalam bahan pangan atau mikrooragnisme pangan adalah sangat kompleks. Sehingga dalam system ekologis dijelaskan bahwa :


Ecology
Study of the interaction between chemical, physical, and structural aspect of a niche and the composition of its specific microorganisms


Mikrooragnisme dipergunakan secara luas dalam produksi makanan, terutam,a makanan yang terfermentasi seperti:

Daging terfermenbtasi (sosis dll).
oncom
Yoghurt
Saur kraut (sayur asin)
Keju
Tempe
Bir
Kecap
Roti
Tape

yang mempunyai manfafat dalam hal menciptakan bahan pangan yang lebih awet, lebih enak, dan mempunyai noilai gizi dan nilai cerna yang lebih baik dari bahan bakunya. Mikroorganisme juag telah dipergunkana untuk menghilangkan zat anti nutrisi dfan racun alamiah pada bahan pangan seperti glukosida pada singkong dighilang dnegan pengolahan menjadi tape, atau antitripsin apda kedelai dikurangi dnegan cara fermentasi menjadi tempe dan sebagainuya. Tetapi, di satu sisi mikroorganisme juga bias menimbulkan penyakit pada manusia apabila mikroorganisme tersebut emncemari bahan pangan seperti yang diberikan di dalam Table di bawah ini. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui konsumsi bahan pangan disebabkan oleh bakteri, kapang, virus, dan parasit.

Bakteri utama penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan:

Aeromonas spp.
Mycobacterium bovis
 Bacillus cereus
Salmonella spp.
Brucella spp.
Shigella spp.
Campylobacter jejuni
Staphylococcus aureus
Clostridium botulinum
Vibrio cholerae
Clostridium perfringens
Vibrio parahaemolyticus
Escherichia coli
Vibrio vulnificus
Listeria monocytogenes
Yersinia enterocolitica

Mikroorganisma adalah makhluk yang sangat kecil
Mikroorganisma adalah makhluk yang sangat kecil, dengan ukuran yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. 

Pertumbuhan mikrooragnisme
Pertumbuhan mikroorganisme sangat dipenagruhi oleh beberapa faktor seprti; bahan makanan, pH, suhu, keadaan oksigen dan interaksi antar mikroorganisme. Pada keadaan alamiah, mikroorganisme mengalami kurva pertumbuhan sepserti digambarkan pada Gambar di baah ini. Pada mulanya, bakteri beradaptasi terhadap lingkungannya dan tidak membelah: ini adalah  pertumbuhan pada tahap lag. Periode selanjutnya disebut tahap pertumbuhan logaritmik, karena jumlahnya bertambah secara eksponensial (kita telah menggunakan sebuah skala logaritma pada axis Y, sehingga tahap ini kelihatan seperti garis lurus). Waktu yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah organisma untuk  melipatgandakan dirinya disebut masa pembelahan. Sesaat setelah itu, akan terbentuk toksin sebagai produk sampingan, misalnya asam; dan berkurangnya zat-zat untuk pertumbuhan seperti karbohidrat, asam amino esensial, atau oksigen akan membatasi pertumbuhan lebih lanjut. Kurva akan mendatar, dan pada saat ini disebut tahap stasioner. Toksin akan terbentuk terus sampai akhir fase logaritmik dan sepanjang fase stasioner. Pembentukan toksin tersebut dapat terjadi sebelum bakteri tampak berkoloni, sehingga makanan yang tampaknya masih belum ditumbuhi mikroorganisma, kemungkinan bisa menjadi penyebab intoksikasi. 

Sumber:
Mahon 2007
Pelczar and Chan 2006


14.3.13

PROBIOTIK


Probiotik merupakan istilah yang pertama kali dicetuskan oleh Lilly dan Stillwell pada tahun 1965 untuk menyatakan efek stimulasi pertumbuhan dari suatu organisme terhadap organisme lain (Hoover, 1993; Hulk dkk., 1992 dan Speck dkk., 1993). Fuller (1992) probiotik merupakan bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan baik pada manusia maupun hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Umumnya bakteri probiotik merupakan bakteri asam laktat, namun tidak semua bakteri asam laktat adalah bakteri probiotik. Bakteri asam laktat (BAL) didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram-positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat dalam susu (Lee dan Wong, 1993). Metabolit – metabolit lain yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat antara lain: asam – asam organik, senyawa H2O2, CO2, komponen aroma seperti diasetil dan asetaldehida, asam lemak, asam amino dan peptide, bakteriosin, EPS (eksopolisakarida), dan vitamin (Sari, 2007). Selain asam laktat dan bakteriosin, BAL menghasilkan hydrogen peroksida yang juga bersifat antibakteri (Nurhajati, 2007).
Bakteri dapat dimanfaatkan sebagai agen probiotik apabila memiliki karakter probiotik yang baik. Schrezenmeir dkk. (2001) mengemukakan bahwa strain bakteri probiotik seperti Lactobacillus secara umum dikatakan merupakan mikroorganisme yang aman bagi kesehatan jika memiliki satu atau lebih dari karakter positif berikut : (1) Dapat menempel pada sel epitel; (2) Memiliki kemampuan antibakteri; (3) Tahan terhadap garam empedu, asam hidroklorat, dan cairan pancreas; (4) Memiliki kemampuan antikarsinogenik (mereduksi senyawa karsinogen); (5) Memodulasi atay menstimulasi sistem imun; (6) Mengurangi kemampuan permeabilitas saluran intestinal; (7) Mampu berkoloni dalam saluran pencernaan.
Probiotik umumnya diketahui dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, namun belum dapat dinyatakan sebagai suplemen yang mampu menggantikan mikroflora alami di dalam tubuh (Perdigon dkk., 2001). Manfaat probiotik sebagai bahan aditif ditunjukkan dengan meningkatnya ketersediaan lemak dan protein tubuh, meningkatkan kekebalan (immunity) dan mencegah alergi makanan, mencegah dan menghentikan diare, konstipasi juga mengurangi pengaruh radikal bebas (Samadi, 2002).
Goldin dan Gorbach (1992) dalam Hussain (1999), mengatakan bahwa beberapa substansi antimikroba dihasilkan oleh bakteri probiotik. Sifat antibakteri adalah salah satu kriteria yang paling penting dalam seleksi probiotik (Klaenhammer dan Kullen, 1999). Efek antibakteri dari bakteri asam laktat dibentuk dengan memproduksi beberapa zat seperti organik asam (laktat, asetat, asam propionat), karbon dioksida, hidrogen peroksida, diacetyl, berat rendah molekul zat antibakteri dan bakteriosin (Quwehand dan Vesterlund, 2004). Hidrogen peroksida yang dihasilkan tersebut dapat menghambat bakteri karena kuatnya daya oksidasi terhadap sel bakteri serta dapat menghancurkan struktur dasar asam nukleat dan protein sel (Nurhajati dkk., 2007), sedangkan bakteriosin merupakan senyawa protein yang memiliki efek bakterisida terhadap mikroorganisme lain (Pal dkk., 2005).
Banyak probiotik telah menunjukkan untuk menghasilkan senyawa antipatogenik dengan kisaran molekul kecil hingga peptida antimikroba bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan patogen. Dibandingkan dengan penghambatan pertumbuhan secara langsung atau kelangsungan hidup patogen, probiotik lebih berperan sebagai imunomodulator yang dapat bersaing untuk niche ekologi atau lainnya untuk menciptakan kondisi yang tidak memungkinkan bagi patogen (Britton and Versalovic, 2008). Kultur probiotik juga dapat meningkatkan immunoreactive sel tertentu seperti limfosit. Perlekatan patogen oleh probiotik akan merangsang antibodi kemudian makrofag akan berkeliling (wandering) dan menghancurkan patogen beserta toksinnya yang kemudian diangkut ke dalam darah (Bellanti, 1993).